Rabu, 16 Desember 2009

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar belakang
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya karena perdarahan menduduki tempat yang penting khususnya dinegara-negara yang belum maju, dimana masih terdapat banyak kekurangan – kekurangan dalam organisasi dan penyediaan fasilitas untuk pengawasan antenatal dan pertolongan persalinan perdarahan
Perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus. Pada kehamilan muda sebab-sebab perdarahan adalah abortus, kehamilan, mola hydatidosa. Dan pada triwulan terakhir sebab – sebab utama adalah plasenta solusio plasenta.
Kita harus ingat juga bahwa perdarahan dalam kehamilan selain oleh sebab-sebab tersebut diatas juga dapat ditimbulkan oleh luka-luka pada-pada jalan lahir karena terjatuh, karena coitus atau varices yang pecah dan oleh kelainan cervik seperti carcinoms.

B. Tujuan
1. Mengetahui definisi perdarahan anterpartum dan klasifikasinya, yaitu plasenta previa dan plasenta solusio plasenta
2. Mengetahui etiologi dari klasifikasi perdarahan akhir kehamilam
3. Mengetahui patofisiologi dari klasifikasi perdarahan akhir kehamilan
4. Mengetahui manifestasi klinis dari klasifikasi perdarahan akhir kehamilan
5. Mengetahui penatalaksanaan dari klasifikasi perdarahan akhir kehamilan



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Perdarahan anterpartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 22 minggu.(Hanifa Wiknjosastro)
Perdarahan anterpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu, Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu. (Rustam Mochtar)
Perdarahan anterpartum ialah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 20 minggu.(Arif Mansjoer)

B. KLASIFIKASI KLINIS
Menurut penyebab dibagi atas :
1 Kelainan pada plasenta
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
c. Plasenta letak rendah
d. Robekan sinus marginalis
e. Vasa previa
2 Kelainan pada vagina
a. Varises vulva yang pecah
b. Trauma
c. Karsinoma porsionis uteri
d. Erosio portionis uteri
e. Polipus servisis uteri
3 Perdarahan yang belum jelas sumbernya
Diantara sekian banyak penyebab plasenta previa dan solusio plasenta merupakan penyebab yang paling banyak
C. FREKUENSI
Frekuensi perdarahan anterpartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Dirumah sakit Dr.Cipto Mangunkusumo (1971-1975), terjadi 2114 kasus perdarahan anterpartum diantara 14824 persalinan, atau kira-kira 14%. RS Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan

























PLASENTA PREVIA

A. DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.(Wiknjosastro, H)
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.(Prawiroharjo, sarwono)
Plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum. kejadian plasenta previa sekitar 0,3 % sampai 0,6 % dari persalinan sedangkan di rumah sakit lebih tinggi, karena menerima rujukan dari luar.
Menurut data yang lain ada 4 macam klasifikasi dari plasenta previa :
1. Plasenta previa totalis : jika seluruh pembukaan jalan lahir tertutup jaringan plasenta.
2. Plasenta previa parsialis : jika sebagian pembukaan jalan lahir tertutup jaringan plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : jika tepi plasenta berada tepat pada tepi pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta letak rendah: Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir, pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

B. ETIOLOGI
Etiologi untuk plasenta previa belum jelas. Diperkirakan karena adanya distribusi vaskularisasi uterus atau atrofi desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah selalu benar karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapat dari sebagiaan besar pada penderita dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa apa bila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaanya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Menurut Kloosterman (1973) frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira – kira 10 kali lebih sering dibanding dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun, pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira – kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande multipara yang berumur kurang dari 25 tahun.

C. PATOFISIOLOGI
Perdarahan anterpartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus telah berbentuk dan mulai melebar dan menipis. Umumnya terjadi pada trisemester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarakan karena ketidakmampuan serabut segmen bawah uterus untuk berkontraksi.

D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama dari plasenta previa adalah perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri. Perdarahan pertama biasanya tadak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya. Walaupun perdarahan sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen – segmen uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segman – segmen uterus akan lebih melebar lagi dan servik mulai membuka.Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan, Darah berwarna merah segar ,sumber perdarahan adalah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus margainalis dari plasenta.
Turunnya bagian terbawah janin kedalam pintu atas panggul akan terhalang karena adanya plasenta dibagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan didapat belum masuk ke dalam pintu atas panggul yang mungkin karena plasenta previa sentralis, mengolak kesamping karena plasenta previa parsialis, menonjol ke atas simfisis karena plasenta previa poeterior, atau bagiaan terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta telah lahir, perdarahan postpartum sering sekali terjadi karena kekurang mampuan serabut – serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dari bekas insersio plasenta, atau karena perlukaan servik dan segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah besar yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung pervaginam.

E. PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar penanganan
Setiap ibu dengan perdarahan anterpartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan tranfusi darah dan operasi.
Perdarahan tidak akan membahayakan ibu atau janinnya (yang masih hidup), dan kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan persalinannya belum mulai , dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup diluar kandungan lebih baik.
Perdarahan akan membahayakan ibu atau janinnya atau kehamilannya telah cukup 36 minggu, taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram atau persalinan telah mulai maka penanganan pasif harus ditinggalkan
Prinsip penanganan plasenta previa ada 2 golongan :
1 Penanganan pasif
a. Penanganan pasif beberapa kasus plasenta previa yang janinya masih premature dan perdarahannya tidak berbahaya sehingga tidak diperlukan pengakhiran kehamilan
b. Penderita harus dirawat di rumah sakit sejak perdarahan pertama
c. Transfuse darah dan operasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan
2. Penanganan aktif
a. Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio caesaria
b. Perdarahan banyak dan berulang merupakan indikasi mutlak seksio caesaria
c. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung untuk secsio caesaria
d. Multigraviada dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi apabila ternyata pecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul kemudian maka seksio saesaria harus dilakukan.
e. Seksio saesaria pada multigravida yang telah mempunyai anak hidup cukup banyak dapat dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerktomi untuk menghindari perdarahan postpartum.

a. Persalinan pervaginam
Pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih untuk melangsungkan persalinan pervaginan karena
1. Bagian terbawah janin akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah
2. bagian plasenta yang berdarah ini dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus lebih lanjut dapat dihindarkan
b. Seksio sesarea
1. Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan
2. Tujuan seksio sesarea
a. Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkonstraksi dan menghentikan perdarahan
b. Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin dilahiran pervaginaan
3. Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri
4. Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu
5. Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan masuk-keluar.


SOLUSIO PLASENTA

A. DEFINISI
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implatansinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. (Prawirohardjo S)
Solusio plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak.
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan trimester tiga.

B. ETIOLOGI
Sebab primer solusio plasenta belum jelas, tapi diduga bawah hal-hal yang tersbut dibawah dapat penyebabnya :
1. hypertensi essentials atau preeklampsi
2. tali pusat yang pendek
3. trauma
4. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. uterus yang sangat kecil (hydramnion, gemelli)
Disamping itu ada pengaruh dari :
1. umur lanjut
2. multiparitas
3. defisiensi ac. Folat
solusio plasenta dimulai dengan perdarahan dalam deciduas basalis, terjadilah haematom dalam deciduas yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya. Haematom ini makin lama makin besar, hingga makin lama makin besar bagian plasenta yang lepas dan tidak berfungsi.
Akhirnya haematom mencapai pinggir plasenta dan mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim


C. PATOFISIOLOGI
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematom pada deciduas, sehingga palsenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menurus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematom retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus cauvelarie, menurut orang yang pertama kali menemukannya. Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan myometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alattubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis cortex ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solitio plasenta sampai persalinan selesai, makin hebat umumnya komplikasinya.

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1. Solusio plasenta ringan: perdarahan kurang dari 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 120 mg%.
Solusio plasenta ringan, perdarahan pervagina yang berwarna kehitam hitaman dan sedikit sekali yang berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar, perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang, bagian-bagian janin masih muda teraba.
2. Solusio plasenta sedang : perdarahan lebih dari 200cc, uterus tegang, terdapat tanda perenjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen 120-150 mg%, sakit perut yang terus menerus kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam, perdarahan telah mencapai 1000ml, terjadi syok, dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Apabila janin masih hidup denjut jantung sukar didengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic.
3. Solusio plasenta berat : uterus tegang dan konstraksi kuat terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya, terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.




E. PENATALAKSANAAN
Terapi Spesifik
Terhadap komplikasi:
1. Atasi syok
a. Infuse larutan NS/RL untuk restorasi cairan, berikan 500 ml dalam 15 menit pertama dan 2 L dalam 2 jam pertama
b. Berikan transfusi dengan darah segar untuk memperbaiki factor pembekuan akibat koagulopati
2. Tatalaksana oliguria atau nekrosis tubuler akut
Tindakan restorasi cairan, dapat memperbaiki hemodinamika dan mempertahankan fungsi ekskresi sistema urinaria. Tetapi apabila syok terjadi secara cepat dan telah berlangsung lama (sebelum dirawat), umumnya akan terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan oliguria (produksi urin < 30 ml/jam). Pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi anuria yang mengarah pada nekrosis tubulus renalis. Setelah restorasi cairan, lakukan tindakan untuk mengatasi gangguan tersebut dengan:
a. Furosemida 40 mg dalam 1 l kristaloid dengan 40-60 tetesan permenit
b. Bila belum berhasil, gunakan manitol 500 ml dengan 40 tetesan per menit
3. Atasi hipofibrinogenemia
a. Restorasi cairan/darah sesegera mungkin dapat menghindarkan terjadinya koagulopati
b. Lakukan uji buku darah (bedside coagulation test) untuk menilai fungsi pembekuan darah (penilaian tak langsung kadar ambang fibrinogen)
c. Bila darah segar tidak dapat segera diberikan, berikan plasma beku segar (15 ml/kgBB )
d. Bila plasma beku segar tidak tersedia, berikan kriopresipitat fibrinogen
e. Pemberian fibrinogen, dapat memperberat terjadinya koagulasi diseminata intravaskuler yang berlanjut dengan pengendapan fibrin, pembendungan mikrosirkulasi di dalam organ-organ vital, seperti ginjal, glandula adrenalis,hipofisis dan otak
f. Bila perdarahan masih berlangsung (koagulopati) dan trombosit di bawah 20.000 berikan konsentrat trombosit
4. Atasi anemia
a. Darah segar merupakan bahan terpilih untuk mengatasi anemia karena di samping mengandung butir-butir darah, juga mengandung unsur pembekuan darah
b. Bila restorasi cairan telah tercapai dengan baik tetapi pasien masih dalam kondisi anemia berat, berikan packed cell

Tindakan obtetrik
Persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam, umumnya dapat pervaginam
1. Seksio sesarea
a. Seksio sesarea dilakukan pabila:
- Janin hidup dan pembukaan belum lengkap
- Janin hidup, gawat janin tetapi persalinan pervaginam tidak dapat dilaksanakan dengan segera
- Janin mati tetapi kondisi serviks tidak memungkinkan persalinan pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat
b. Persiapkan untuk seksio sesarea, cukup dilakukan penanggulangan awal (stabilisasi dan tatalaksana komplikasi) dan segera lahirkan bayi karena operasi merupakan sati-satunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan
c. Hematoma miometrium tidak mengganggu kontraksi uterus
d. Observasi ketat kemungkinan perdarahan ulangan (koagulopati)
2. Partus pervaginam
a. Partus pervaginam dilakukan apabila:
- Janin hidup, gawat janin, pembukaan lengkap dan bagian terendah da dasar panggul
- Janin telah meninggal dan pembukaan serviks > 2 cm
b. Pada kasus pertama, amniotomi (bila ketuban belum pecah) kemudian percepat kala II dengan ekstraksi forseps (atau vakum)
c. Untuk kasus kedua, lakukan amniotomi (bila ketuban belum pecah) kemudian akselerasi dengan 5 unit oksitosin dalam dekstrose 5% atau RL, tetesan siatur sesuai dengan kondisi kontraksi uterus
d. Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah akan membaik dalam waktu 24 jam, kecuali bila jumlah trombosit sangat rendah (perbaikan baru terjadi dalam 2-4 hari kemudian)

F. KOMPLIKASI
Penyakit solusio plasenta dikemukakan sebagai berikut:
1. Penyulit (komplikasi) ibu
a. Perdarahan dapat menimbulkan:
- Variasi turunnya tekanan darah sampai keadaan syok
- Perdarahan tidak sesuai dengan keadaan penderita anemis sampai syok
- Keadaan bervariasi dari baik sampai koma
b. Gangguan pembekuan darah
- Masuknya tromboplastin kedalam sirkulasi darah menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan disertai himolisis
- Terjadi penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat mengganggu pembekuan darah
c. Oliguri
Terdapatnya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan produksi urin makin berkurang
d. Perdarahan post partum
- Pada solusio sedang sampai berat terjadi infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena atonia uteri
- Kegagalan pembekuan darah menambah beratnya perdarahan

2. Penyulit pada rahim
Perdarahan yang tertimbun dibelakang plasenta menggu sirkulasi dan nutrisi kearah janin sehingga dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai berat dan kematian dalam rahim. Rintangan kejadian asfiksia sampai kematian janin dalam rahim tergantung pada seberapa bagian plasenta telah lepas dari implantasinya di fundus uteri.
PERBEDAAN PLASENTA PREVIA DAN SOLUSIO PLASENTA

PLASENTA PREVIA SOLUSIO PLASENTA
Perdarahan tanpa nyeri dengan usia Perdarahan dengan nyeri intermiten gestasi di atas 22 minggu atau menetap
Darah segar (warna merah segar) atau kehitaman dengan bekuan Warna darah kehitaman dan cair tetapi mungkin terdapat bekuan bila solusio relatif baru
Perdarahan dapat terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas fisik, kontraksi Braxton Hicks, trauma atau koitus Bila ostium terbuka, terjadi perdarahan dengan warna merah segar
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marlynn E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sastrawinata, Sulaiman.1984. Obsetri Patologi. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
www.Google.com
















ASUHAN KEPERAWATAN PERDARAHAN AKHIR
KEHAMILAN

I. PLASENTA PREVIA
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu
b. Sifat perdarahan
• Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
• Tanpa sebab yang jelas
• Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyakit pada ibu maupun janin dalam rahim
2. Inspeksi dijumpai
a. Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam : banyak, sedikit, darah beku
b. Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat atau anemis
3. Pemeriksaan fisik ibu
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
• Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
• Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkatan
• Daerah ujung menjadi dingin
• Tanpa anemis
4. Pemeriksaan khusus kebidanan
a. Pemeriksaan palpasi abdomen
• Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur hamil
• Karena plasenta disegmen bawah rahim, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian masih tinggi
b. Pemeriksaan denyut jantung janin
• Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim
c. Pemeriksaan dalam
Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam :
• Pasang infus dan persiapan donor darah
• Kalau dapat, pemeriksaan dilakukan dikamar bedah dimana fasilitas operasi segera telah tersedia
• Pemeriksaan dilakukan secara hati-hati dan secara lembut
• Jangan langsung masuk dalam kanalis servik kalis tetapi raba dulu dan talan antara jari kepala janin pada forniks (anterior dan posterior)
• Bila ada darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan-pelan
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera untuk mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk:
• Menegakkan diagnosis pasti
• Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau hanya memecahkanketuban
Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar osteum uteri internum.

Pemeriksaan Dalam Meja Operasi
• Jika USG tidak tersedia dan usia kehamilan  37 minggu, diagnosis definitive plasenta previa dilakukan dengan melakukan PDMO (pemeriksaan dalam dimeja operasi) dengan cara melakukan perabaan plasenta secara langsung melalui pembukaan serviks, untuk tindakan ini diperlukan :
 Infus terpasang tersedia darah
 Dilakukan diruang operasi dengan team operasi yang tekah siap
 Periksa serviks dengan menggunakan speculum yamg telah didisinfeksi tingkat tinggi
• Jika telah terjadi pembukaan serviks dan tampak jaringan plasenta diagnosis pasti plasenta previa, rencanakan terminasi persalinan yaitu :
 Janin matur
 Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensevali)
 Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanapa memandang maturitas janin
• Jika telah terjadi pembukaan serviks dan tampak jaringan plasenta, diagnosis pasti plasenta previa, rencanakan terminasi persalinan
• Jika belum ada pembukaan serviks :
 Teraba jaringan lunak forniks, diagnosis sebagai plasenta previa dan rencanakan terminasi persalinan.
 Teraba kepala janin yang keras, singkirkan diagnosis plasenta previa dan lanjutkan persalinan dengan induksi.
Induksi persalinan : keberhasilan induksi persalianan bergantung pada skor pelvis. Jika skor lebih dari 6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Jika kurang dari 5, matangkan serviks terlebih dahulu dengan protaglanding atau kateter Foley.
• Jika masih terdapat keraguan diagnosis lakukan pemeriksaan digital dengan hati-hati :

 Jika teraba jaringan lunak pada serviks, diagnosis sebagai plasenta previa dan rencanakan terminasi lanjutan
 Jika teraba selanput dan bagian janin didaerah tengah dan tepi, singkirkan diagnosis plasenta previa dan lanjutkan kepersalinan dengan induksi.
CATATAN :tindakan ini tidak dianjurkan pada kondisi perdarahan banyak dan ibu dengan anemia berat.
d. Pemeriksaan penunjang :
• Pemeriksaan ultrasonografi
• Mengurangi pemeriksaan dalam
• Menegakkan diagnosa
PERSALINAN PRETERM

World Health Organization :
Liveborn infants delivered before 37 weeks from the first day of the last menstrual period are termed premature.

Istilah

Mula-mula, istilah prematur diberikan untuk bayi dengan berat lahir 2500 g atau kurang.
Tetapi sekarang bayi demikian disebut sebagai bayi dengan "berat badan lahir rendah" (low birthweight infants / LBW).
Jika disertai dengan masa gestasi yang kurang dari 37 minggu, baru bayi tersebut disebut sebagai prematur.
Jika disertai dengan ketidaksesuaian berat badan terhadap usia gestasinya, misalnya akibat hambatan pertumbuhan intrauterin (intrauterine growth retardation / IUGR), bayi tersebut disebut sebagai "kecil untuk masa kehamilannya" (small for gestational age / SGA).

Prematuritas dan IUGR berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas perinatal yang lebih tinggi.

Etiologi PASTI dari persalinan preterm seringkali tidak diketahui.
Yang diketahui / ditemukan adalah kondisi-kondisi yang menyebabkan terpaksa dilakukan tindakan sehingga terjadi persalinan preterm.

Faktor risiko gangguan pertumbuhan intrauterin dan persalinan preterm (tabel)

Perkembangan terakhir
ditemukan hubungan antara kadar CRH (corticotropin releasing hormone) yang tinggi pada masa kehamilan dengan terjadinya persalinan preterm.
Sedang diteliti kemungkinan untuk mendeteksi dini kemungkinan lamanya kehamilan berdasarkan penemuan ini.
Hipotesis :
1. kadar CRH di atas normal : kehamilan akan berakhir preterm.
2. kadar CRH dalam batas normal : kehamilan akan berakhir pada usia aterm.
3. kadar CRH di bawah normal : kehamilan akan berlangsung lebih lama dan berakhir lewat waktu / postterm.
Pencegahan

Prinsip usaha pencegahan partus prematurus (= usaha mempertahankan kehamilan sedapat mungkin sampai usia kehamilan aterm) :
1. edukasi pasien untuk pemeriksaan dan perawatan antenatal yang baik dan teratur
2. menjelaskan faktor-faktor risiko kehamilan dan persalinan
3. menjelaskan tanda / gejala yang merupakan pertanda bahaya yang HARUS diketahui pasien, supaya pasien dapat langsung mencari pertolongan ke rumah sakit (kontraksi / mules, keluar cairan / lendir / darah, demam, pusing, dan sebagainya)
4. BILA terjadi tanda-tanda tersebut, dilakukan penatalaksa-naan medik untuk berusaha mempertahankan kehamilan sedapat mungkin
5. BILA ditemukan tanda yang tidak memungkinkan untuk mempertahankan kehamilan lebih lama (misalnya, pembukaan serviks, ketuban pecah, gawat janin, infeksi) diusahakan untuk menciptakan kondisi yang seoptimal mungkin bagi ibu dan janin, kemudian dilakukan terminasi kehamilan.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medik kasus yang terjadi pada usia kehamilan belum cukup, dengan adanya risiko persalinan preterm:
1. Infeksi : ditatalaksana dengan antibiotika spektrum luas dosis tinggi (lihat kuliah infeksi intrapartum). Demam / hiperpireksia ibu yang mungkin terjadi juga harus diobati, karena keadaan hiperpireksia dapat berakibat buruk pada sirkulasi janin.
2. Kontraksi : kontraksi yang berisiko tinggi adalah kontraksi dengan frekuensi lebih dari 3-4 kali per jam. Dalam 48 jam menjelang partus, kontraksi akan meningkat (his) sampai 2-4 kali setiap 10 menit dengan intensitas yang makin kuat, makin lama dan makin sering. Pada kasus dengan kontraksi, dilakukan terapi tokolisis, dengan obat-obatan beta-agonis (misalnya salbutamol, terbutalin), sambil terus mengawasi keadaan ibu dan keadaan janin. Pengobatan diberikan dengan infus, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat oral bila pasien dipulangkan. Bila kontraksi hilang, pemberian tokolisis dapat dihentikan.
3. Pemicu pematangan paru janin : untuk akselerasi pematangan paru janin, diberikan preparat kortikosteroid (misalnya deksametason, betametason) yang akan menstimulasi produksi dan sekresi surfaktan di paru janin. Ideal diberikan minimal selama 2 x 24 jam.
Pertimbangan penatalaksanaan obstetri / perinatologi

Jika usaha mempertahankan kehamilan tampaknya tidak mungkin, dan terpaksa dipilih jalan terminasi kehamilan, ada beberapa pertanyaan yang dapat menjadi pertimbangan :
1. Berapa besar kemampuan klinik untuk menjaga kehidupan bayi preterm ?
2. Berapa besar peluang / kemungkinan hidup bayi dengan berat lahir dan usia gestasi tersebut ?
3. Bagaimana persalinan akan dilakukan ? Pervaginam atau perabdominam (sectio cesarea) ?
4. Komplikasi apa yang mungkin timbul ? Apakah alat / sarana / kemampuan yang ada memadai ?
5. Bagaimana pertimbangan dari pihak pasien / keluarga, tentang kemungkinan keadaan bayi yang kurang baik, konsekuensi perawatan bayi prematur yang lama dan berat, dan sebagainya ?
Penanganan obstetri / perinatologi

Risiko komplikasi trauma persalinan terbesar pada bayi prematur adalah terjadinya perdarahan periventrikular, yang dapat menyebabkan kematian.
Pertimbangan (FKUI) : perkiraan berat janin 1500-2000 g presentasi kepala dilahirkan dengan sectio cesarea. Untuk letak sungsang, sampai dengan perkiraan berat 2500 g dilahirkan dengan sectio cesarea.
Resusitasi dan perawatan intensif untuk neonatus harus dipersiapkan.

Setelah lahir, pemeriksaan untuk penilaian perkiraan usia gestasi bayi segera dilakukan (ada berbagai cara / kriteria : Dubowitz, Battaglia, Lubchenco - gambar)

baca juga kuliah :
- infeksi intrapartum dan ketuban pecah dini
- perinatologi
- resusitasi dan perawatan intensif neonatus
KETUBAN PECAH DINI PADA PERSALINAN PRETERM
Referat
Stase Obstetri II
dr. Juwita Elva A.
Pembimbing dan Moderator: dr. Saribin Hasibuan, SpOG
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS Dr. Sardjito Jogjakarta
ABSTRAK
Latar belakang: KPD merupakan penyebab morbiditas serta mortalitas yang penting baik maternal maupun perinatal, terutama yang terjadi pada kehamilan preterm yang menyebabkan kelahiran preterm dengan segala risikonya.
Tujuan penulisan: Mengetahui lebih dalam tentang etiologi, penyebab, patofisiologi, dan manajemen ketuban pecah dini pada kehamilan preterm.
Bahan dan cara: Studi kepustakaan.
Hasil: KPD yang tidak segera diikuti oleh persalinan mempunyai risiko untuk terjadinya infeksi sesuai lama terjadinya KPD tersebut. Infeksi tersebut dapat berupa korioamnionitis, endometritis, sepsis, dan infeksi neonatal. Risiko perinatal utama yang terjadi adalah imaturitas, termasuk respiratory distress syndrom, perdarahan intraventrikular, paten duktus arteriosus, dan necrotizing enterocolitis. Upaya untuk menghindari persalinan pada saat terjadi KPD dibagi menjadi dua bentuk yang penting: (1) nonintervensi atau penanganan menunggu, dimana tidak ada tindakan yang dilakukan dan hanya menunggu persalinan spontan, dan (2) intervensi, yang dapat mencakup terapi kortikosteroid yang diberikan dengan atau tanpa preparat tokolitik. Pemberian antibiotika pada kasus ini ditujukan untuk terapi maupun profilaksi terhadap infeksi.
Simpulan: Kasus KPD pada kehamilan preterm manajemen terutama ditujukan untuk memberi kesempatan pemberian kortikosteroid selama 48 jam untuk merangsang produksi surfaktan untuk pematangan paru, dan memberi kesempatan antibiotik mencapai aliran daarah uteroplasenta sebagai profilaksi risiko terjadinya infeksi.
Kata kunci: ketuban pecah dini, persalinan preterm, kehamilan.
PENDAHULUAN
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu ditandai dengan adanya kontraksi uterus secara teratur dan perubahan pada servik.
Umur kehamilan mencerminkan keadaan janin yang sedang tumbuh dan berkembang di dalam uterus. Insidensi kelahiran preterm di Inggris sekitar 7% sedangkan di banyak negara berkembang lebih tinggi. Pada bayi preterm fungsi mekanisme homeostatis belum berkembang baik maka dari itu sering terjadi respiratory distress syndrom, hipotermia, hipoglikemia, dan ikterik.

Pada keadaan normal selaput ketuban pecah dalam persalinan. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum terjadinya persalinan. KPD terjadi sekitar 2,7%-17% kehamilan dan pada kebanyakan kasus terjadi secara spontan. KPD merupakan masalah obstetrik, dan 30% terjadi pada kehamilan preterm.
Istilah ketuban pecah dini dipakai untuk menyatakan peristiwa pecahnya ketuban pada sembarang waktu sebelum terjadi persalinan, tanpa mempedulikan waktu kehamilan
KPD merupakan penyebab morbiditas serta mortalitas yang penting baik maternal maupun perinatal. Yang paling sering terjadi, ruptura tersebut berlangsung spontan dan dengan sebab-sebab yang tidak diketahui. Sayangnya, penyebab keadaan ini kadang-kadang bersifat iatrogenik.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Infeksi, biasanya korioamnionitis, merupakan salah satu penyebab kelahiran preterm. Mikroorganisme pada mukus servik secara asenden berkembang mencapai uterus menimbulkan reaksi inflamasi pada plasenta, selaput ketuban, dan desidua maternal. Reaksi inflamasi ini mengeluarkan sitokin seperti interleukin 1 dan interleukin 6 dari sel endothelial dan nekrosis tumor dari makrofag. Hal ini menstimulasi produksi prostaglandin yang akan menyebabkan pematangan servik dan kontraksi uterus. Mikroorganisme penyebab yang sering adalah streptokokus, mikoplasma, basili fusiform. Vaginosis bacterial (Gardnerella vaginalis) menimbulkan suasana pH 5,4 kemungkinan menurunkan efisiensi barier servik terhadap infeksi, yang selanjutnya dapat menginduksi terjadinya kelahiran preterm.
KPD terjadi karena adanya penurunan kekuatan selaput ketuban. Kekuatan membran berkurang karena efek enzim protease bakteri, yang merupakan hasil samping metabolisme bakteri.

FAKTOR RISIKO
Factor social ekonomi mempengaruhi insidensi kelahiran preterm. Kelahiran preterm secara bermakna terjadi pada wanita usia muda, berat badan rendah (body mass index <19), social ekonomi rendah, tidak kawin dan perokok. Beberapa factor medis meningkatkan risiko kelahiran preterm seperti, kelahiran preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam pada kehamilan awal, dan adanya penyakit jantung. Inkompetensi servik merupakan penyebab yang jarang pada kelahiran prematur. Kebanyakan penyebab KPD idiopatik, penyebab lain infeksi, hidramnion, servik inkompeten, abruptio plasenta, dan amniosintesis. Pada beberapa kasus KPD disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyebabkan kelemahan selaput ketuban dan kemudian pecah.

DIAGNOSA
Diagnosa persalinan preterm didasarkan pada adanya kontraksi uterus dan dilatasi servik sebelum umur kehamilan 37 minggu. Walaupun demikian dapat disalahartikan dengan kontraksi Braxton Hicks yang dapat muncul mulai umur kehamilan 24 minggu, dan dirasakan sakit oleh ibu, sehingga diagnosis persalinan preterm dapat salah.
Diagnosa KPD didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Dari anamnesa 90% sudah dapat mendiagnosa KPD secara benar. Pengeluaran urin dan cairan vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai KPD.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan KPD. Adanya genangan cairan di forniks posterior mendukung diagnosa ini. Untuk memastikan cairan tersebut merupakan cairan ketuban dilakukan tes dengan nitrasin, cairan ketuban akan mengubah kertas nitrasin menjadi biru karena pH cairan ketuban diatas 6,0-6,5. Pemeriksaan dengan kertas nitrasin dapat bersifat positif palsu dengan adanya kontaminasi darah, semen, dan vaginitis.

KOMPLIKASI
Biasanya pecahnya selaput ketuban segera diikuti oleh persalinan. 90% kehamilan aterm, dan 50% kehamilan preterm. Dalam 24 jam setelah selaput ketuban pecah segera diikuti oleh persalinan. KPD yang tidak segera diikuti oleh persalinan mempunyai risiko untuk terjadinya infeksi sesuai lama terjadinya KPD tersebut.

Infeksi tersebut dapat berupa korioamnionitis, endometritis, sepsis, dan infeksi neonatal. Risiko perinatal utama yang terjadi adalah imaturitas, termasuk respiratory distress syndrom, perdarahan intraventrikular, paten duktus arteriosus, dan necrotizing enterocolitis. Morbiditas perinatal yang terjadi lebih disebabkan karena umur kehamilan prematur dari pada lama ketuban pecah.
Amnionitis terjadi pada 0,5%-1% kehamilan, 3%-15% pada kehamilan aterm, dan 15%-23% terjadi pada kehamilan preterm. Adanya komplikasi amnionitis menyebabkan janin dalam keadaan risiko tinggi terjadinya sepsis. Janin preterm rentan terhadap infeksi. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi pada neonatus adalah streptokokus grup B.


PENATALAKSANAAN
Upaya untuk menghindari persalinan pada saat terjadi KPD dibagi menjadi dua bentuk yang penting: (1) nonintervensi atau penanganan menunggu, dimana tidak ada tindakan yang dilakukan dan hanya menunggu persalinan spontan, hal ini dilakukan pada kasus KPD yang non infeksi dengan biofisik skor yang abnormal (lihat skema) dan (2) intervensi, yang dapat mencakup terapi kortikosteroid yang diberikan dengan atau tanpa preparat tokolitik untuk menghentikan persalinan preterm sehingga kortikosteroid mendapatkan cukup waktu guna menginduksi maturitas pulmoner.
Penggunaan tokolisis pada kasus preterm dengan KPD masih kontroversial, sebab kontraksi yang terjadi mungkin disebabkan karena adanya korioamnionitis, dan penundaan kehamilan dapat memberi kesempatan untuk penyebaran infeksi. Tapi penggunaan tokolisis pada kasus ini mungkin ditujukan untuk memberi kesempatan antibiotik masuk ke dalam sirkulasi uteroplasenta dan memberi kesempatan terapi kortikosteroid untuk merangsang produksi surfaktan paru janin. Observasi tanda-tanda infeksi adalah dengan monitoring suhu ibu, pemeriksaan leukosit, dan CRP. Pemeriksaan vagina berulang harus dihindari karena dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
Penelitian secara meta-analisis terhadap penggunaan tokolisis menghasilkan penurunan kematian perinatal. Pemberian antenatal steroid yang dilakukan pada 24-48 jam sebelum kelahiran, dapat mengurangi insidensi dan keparahan respiratory distress dan kematian neonatal.

Frekuensi gawat pernapasan akan meningkat kalau bayi dilahirkan lebih dari 7 hari setelah terapi dengan kortikosteroid, dibanding bayi yang dilahirkan 1 hingga 7 hari setelah terapi itu selesai. Peningkatan kadar surfaktan setelah pemberian kortikosteroid bersifat sepintas, dan kadar surfaktan akan turun kembali kepada nilai sebelum terapi dalam waktu 8 hingga 10 hari. Karena itu, jika akan digunakan senyawa ini, terapi ulang harus dipertimbangkan kalau persalinan belum terjadi dalam waktu 7 hari sejak terapi pertama, dan bila risiko persalinan dini masih terdapat.
Pasien dengan KPD pada umur kehamilan 26-32 minggu harus dirawat di rumah sakit untuk istirahat total. Janin dimonitor setiap hari dengan NST. Pemeriksaan angka leukosit dan CRP diperiksa setiap hari untuk memonitor adanya infeksi. Medikamentosa yang diberikan bemetason 12 mg IM perhari dibagi dalam dua pemberian, dan ampisilin 1 gr IV per 6 jam. Terbutalin 2,5-5 mg oral tiap 6 jam, diberikan jika ada kontraksi uterus. Obat pilihan lain jika ibu tidak tahan terbutalin adalah nifedipin 10 mg oral setiap 4-6 jam. Janin harus segera dilahirkan jika ada tanda-tanda infeksi, atau ada tanda-tanda fetal distres.
Pecahnya selaput ketuban yang terjadi jauh sebelum aterm, merupakan keadaan yang sangat penting. Hal ini menjadi penting bukan hanya karena frekuensinya, tetapi juga karena kemungkinan bahwa penundaan persalinan dapat segera diikuti oleh maturasi paru yang bisa spontan atau ditimbulkan secara farmakologis, dan bahwa penundaan persalinan akan memberikan manfaat yang lebih besar daripada risiko timbulnya infeksi yang bisa ditimbulkan oleh penundaan persalinan tersebut. Pada sebagian laporan, penurunan yang luar biasa pada insiden gawat pernapasan pernah dilaporkan untuk bayi preterm yang dilahirkan dalam waktu lebih dari 24 jam setelah selaput ketuban pecah.

SIMPULAN
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum terjadinya persalinan. KPD merupakan masalah obstetrik, dan 30% terjadi pada kehamilan preterm.
KPD terjadi karena adanya penurunan kekuatan selaput ketuban. Infeksi, biasanya korioamnionitis, merupakan salah satu penyebab kelahiran preterm.
Kelahiran preterm secara bermakna terjadi pada wanita usia muda, berat badan rendah (body mass index <19), social ekonomi rendah, tidak kawin dan perokok.
Kebanyakan penyebab KPD idiopatik, penyebab lain infeksi, hidramnion, servik inkompeten, abruptio plasenta, dan amniosintesis.
Diagnosa persalinan preterm didasarkan pada adanya kontraksi uterus pada lehamilan preterm. Diagnosa KPD didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
Upaya untuk menghindari persalinan pada saat terjadi KPD dibagi menjadi dua bentuk yang penting: (1) nonintervensi atau penanganan menunggu, dan (2) intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Division of Maternal Fetal Medicine & Prenatal Diagnosis. Preterm Labor. Premature Rupture of The Membrane. Cites (19-11-2002). Available from: http://www.dartmouth.edu/ ~obgyn/mfm / PatientEd/preterm_PROM.html
2. Philip Steer, Caroline Flint. British Medical Journal. Clinical review. ABC of labour care. Preterm labour and premature rupture of membranes. Cites (26-12-2002). Available from: http://bmj.com/cgi/content/full/318/7190/1059? Maxto show=& HITS =10&hits=10&RESULTFORMAT =&fulltext =premature+AND +rupture +AND +membranes&searchid= 1038316153457_7035&stored_search =& FIRSTINDEX=0
3. Fernando Arias, M.D., PhD. Practical Guide to High-Risk Pregnancy and Delivery. Premature Rupture of The Membranes. 5:101-110. 2nd Edition. Mosby Year Book. 1993
4. Cunningham, Mc Donal, Gant,. Williams Obstetric. Komplikasi Kehamilan. Kelahiran Preterm. Edisi 18. 8:888-893.
5. Premature Rupture of The Membranes. The New Treament. Cites (19-11-2002). Available From: http://www.medical-library.org/journals2a/premature rupture memb.htm
6. Main Search Index. Premature Rupture of The Membranes. Cites (26-11-2002). Available From: http://www.ehendrick.org/healthy/00061770.html
7. Constance Sinclair. Handbook of Obstetrical Emergencies.Labor and Delivery. Premature Labor. 3:68. 1996
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
LANSIA DENGAN PENYAKIT MENULAR “ DHF ”


A. PENGKAJIAN

1. Data Umum
a. Nama KK : Tn S
b. Alamat : Jln. Pertukangan Timur Rt 3/2 Purwosari Pasuruan
c. Agama : Islam
d. Pekerjaan : Swasta ( pedagang )
e. Pendidikan : SD
f. Komposisi Keluarga :

No Nama Jenis Kelamin Hubungan Keluarga Umur Pendidikan Status Imunisasi Ket
1.


2. Ny. N


Tn. S P


L Ibu Kandung

Anak Kandung 70 Thn


54 Thn SD


SD
TIDAK DIKAJI Informasi dari keluarga

g. Genogram :









KETERANGAN :
: Perempuan
: Laki Laki
: Pisah/ cerai
X : Meninggal
: Klien
: Tinggal Serumah

h. Tipe Keluarga :
Single parent yang terdiri dari satu orang trua akibat cerai dan anaknya tinggal dirumah.

i. Suku Bangsa :
Keluarga Tn. S mengatakan seluruh keluarganya adalah suku bangsa Jawa.

j. Agama :
Keluarga Tn. S mengatakan seluruh keluarganya menganut agama Islam, tidak ada kepercayaan / keyakinan yang menyimpang tentang kesehatan.

k. Status Sosial Ekonomi Keluarga :
Penghasilan Tn. S ( anaknya ) dari usaha berdagang, dalam satu hari ± Rp. 20.000, penghasilan yang diperoleh dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, membayar listrik,. Barang yang dimiliki kelurga adalah meja, kursi, sepeda.

l. Aktifitas Rekreasi Keluarga :
Saat ada waktu senggang, biasanya keluarga berkumpul untuk berbincang bincang sambil menonton TV di rumah anaknya disebelah. Keluarga Tn. S jarang pergi ketempat wisata karena anakanya sibuk mengurusi dagangannya.

B. RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA

a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Keluarga ini merupakan seorang Ibu yang tinggal dengan 1 orang anaknya. Tahap perkembangan ini sedang dalam tahap usia tua.( Tahap Perkembangan VII ).

b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tn. S sebagai KK berumur 54 tahun sampai sekarang belum menikah.

c. Riwayat keluarga inti
• Ny.N tidak memiliki riwayat penyakit, hanya ± 1 bulan yang lalu terserangpenyakit DHF dan Thypoid.
• Tuan S tidak memiliki riwayat penyakit keturunan, hanya flu biasa.
• Pelayanan kesehatan yang didatangi bila sakit adalah Dokter praktek dan Puskesmas.

d. Riwayat keluarga sebelumnya
Keluarga Tn. S tidak ada yang menderita penyakit keturunan, hanya flu biasa.






C. PENGKAJIAN LINGKUNGAN

Denah Rumah :

Dapur Gudang Teras Belakang
Selatan

Kamar

R. Makan + R. Keluarga Utara

T. Tidur R. Tamu

Teras Depan


a. Karakteristik Rumah
o Luas rumah : 5 x 10 m
o Jenis rumah : permanent terbuat dari batu bata dan anyaman bambu
o Status rumah : milik sendiri
o Jumlah Ruangan : 6 ruangan
o Jumlah Jendela : 2 buah
o Kaadaan Lantai : lantai terbuat dari semen dan keadaan lembab
o Pembuangan Sampah : sampah dibuang di TPA yang ada di belakang rumah
o Pembuangan Limbah : tidak ada
o Tempat memasak di kompor
o Tempat menyimpan makanan
o Penataan perabotan RT kurang rapi
o Sumber air minum dari sumur
o Lingkungan disekitar rumah : sebelah kanan adalah rumah dan sebelah kiri adalah rumah anaknya, di belakang rumah terdapat rumah untuk barang bekas.
o Ventilasi : jumlah jendela 2 buah, yaitu terdapat di ruang tamu.
o WC keluarga Tn. S : tidak ada.

b. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Tetangga Tn. S saling bekerja sama bila ada tetangga yang sakit maka tetangga yang lain akan menjenguknya.



c. Mobilitas Geografis keluarga
Keluarga Tn. S tidak pernah pindah dari tempat tinggal saat ini.

d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga Tn. S biasanya berkumpul pada saat- saat senggang. Di masyarakat Tn. S maupun Ny. N mengikuti pengajian, arisan RT, gotong royong dll.

e. System pendukung keluarga
Jumlah anggota keluarga yang sehat 1 orang dari 2 orang dan keluarga tidak mendapat bantuan dana kesehatan ( JPS ) tetapi keluarga mendapat bantuan dari keluarga besar dan tetangga apabila mengalami kesusahan.

D. KEBUTUHAN DALAM HIDUP SEHARI HARI

a. Kebutuhan nutrisi
Pengadan makanan sehari- hari dimasakkan oleh saudara Tn. S. Anggota keluarga makan 3 x sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk pauk. Kebiasaan mengolah air minum dimasak terlebih dahulu.

b. Pola istirahat tidur
Keluarga Tn. S tidur siang ± 1 jam dan tidur malam ± 8 jam.

c. Aktifitas rekreasi keluarga
Saat ada waktu senggang, biasanya keluarga berkumpul untuk berbincang bincang. Keluarga Tn. S jarang pergi ke tempat hiburan/ rekreasi karena sibuk bekerja tapi Tn. S merasa sudah cukup dengan keadaan seperti itu.

d. Kebiasaan social
Tn. S dan Ny. N selalu aktif mengikuti kegiatan keagamaan dan kegiatan masyarakat lainya.

E. STRUKTUR KELUARGA

a. Pola komunikasi keluarga
Untuk komunikasi sehari- hari seluruh anggota keluarga Tn. S menggunakan bahasa Jawa. Komunikasi keluarga cukup baik.

b. Struktur kekuatan keluarga
Tn. S tidak bisa membujuk Ny. N untuk kontrol,sehingga selama post op name Ny. N tidak pernah kontrol ke Puskesmas

c. Struktur peran
- Tn. S berperan sebagai anak dan KK
- Ny. N berperan sebagai ibu dari Tn. S

d. Nilai dan norma keluarga
Keluarga Tn. S percaya pada Tuhan YME. Mereka menganggap penyakit ini merupakan suatu cobaan dari Tuhan YME, manusia hanya bisa berusaha dengan berobat dan berdoa. Jika ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke Puskesmas atau fasilitas pengobatan medis.

F. FUNGSI KELUARGA

a. Fungsi Efektif
Perasaan Ny. N dengan kondisi Ny. N saat ini cukup sedih tetapi keluarga Tn. S mengatakan harus sabar karena sembuh itu merupakan kehendak dari Tuhan YME. Antara anggota keluarga saling menberikan dukungan ini terbukti dengan keluarga tidak memberikan tekanan / stress pada Ny. N. bila ada masalah keluarga Tn. S selalu bermusyawarah dengan keluarga.

b. Fungsi Sosial
Interaksi antar anggota keluarga cukup harhonis.interaksi terjadi jika seluruh anggota keluarga berkumpul seperti saat- saat berbincang –bincang dan tidak ada perbedaan yang menonjol diantara anggota keluarga.

c. Fungsi Perawatan Kesehatan
- Keluarga Tn. S kurang manpu mengenal masalah kesehatan. Ini dibuktikan dengan anak Ny. N yang mengatakan tidak tahu penyebab DHF sehingga anak Ny. N bertanya pada penyaji.
- Keluarga Tn. S mengatakan Ny. N pulang dari op name sejak 2 minggu yang lalu dan sampai saat ini belum pernah control ke Puskesmas karena merasa sudah sembuh dan hanya butuh perawatan di rumah.
- Fasilitas kesehatan di masyarakat yang digunakan oleh keluarga Ny. N adalah Puskesmas dan Dokter praktek, dan sikap keluarga terhadap pasien baik, ini dibuktikan bila klien memanggil anaknya dan anaknyapun keluar.
- Keluarga mengatakan bahwa kebersihan lingkungan itu penting, dibuktikan dengan sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah.
- Bila anggota keluarga yang sakit maka segera di bawa ke Puskesmas , Dokter Praktek. Keluarga mengatakan fasilitas kesehatan itu perlu untuk mengobati orang sakit.

d. Fungsi Reproduksi
Ny. N mempunyai 2 orang anak laki- laki dan tidak menikah lagi semenjak suaminya meninggal.





e. Fungsi Ekonomi
Kebutuhan sandang, pangan dan papan Ny. N ditopang oleh Tn. S sebagai anaknya. Keluarga Tn. S selalu memamfaatkan sumber daya yang ada disekitarnya untuk meningkatkan status kesehatan seperti Puskesmas, Dokter Praktek.

G. STRES DAN KOPING KELUARGA

a. Stresor jangka pendek dan panjang
- Stresor jangka pendek : Keluarga Tn. S merasa khawatir dengan kondisi Ny. N saat ini
- Stresor jangka panjang : ¬¬¬-

b. Kemampuan keluarga merespon terhadap situasi / stressor
Keluarga Tn. S akan merawat Ny. N sebaik mungkin agar cepat sembuh.

c. Strategi koping yang digunakan
Strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi masalah adalah dengan cara berunding dengan keluarga yang lain.

d. Strategi adaptasi disfungsional
Keluarga Tn. S tidak pernah menggunakan kekerasan dalam menghadapi/ menyelesaikan masalah

H. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Fisik Ny. N ( 11- 7-2005 )

TTV : TD : 130/90 mm Hg
S : 36º C
N : 86 x / menit
RR : 22 x / menit

a. Kepala dan wajah
Bentuk kepala bulat, rambut beruban, kotor, penyebaran rambut rata, tidak ada luka ataupun benjolan abnormal.
b. Mata
Simetris, tidak ada oedem palpebra, perdarahan sub konjungtiva (-), konjungtiva anemis, sclera tidak icterus.
c. Telinga
Simtris, ukuran normal, tidak ada serumen, bersih, pendengaran menurun, tidak ada perdarahan.
d. Hidung
Posisi septum nasi normal, patah tulang hidung (-), bersih tidak ada perdarahan, tidak ada pernafasan dengan pergerakan cuping hidung.
e. Mulut
Bibir lembab, lidah bersih, perdarahan gusi (-), gigi sudah banyak yang tanggal, bicara kurang jelas.
f. Leher
Tidak ada pembendungan vena jugularis, posisi trakea simetris, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
g. Dada
Bentuk normal chest, retraksi intercosta (-), suara nafas tambahan (-).
h. Abdomen
Distensi abdomen (-), benjolan (-), bising usus 4 x / menit.
i. Eksremitas
Kekuatan otot 4 4
4 4
Tidak ada fraktur, oedema (-), klienmampu mengangkat kaki dan tangan sendiri diatas tempat tidur dan mika miki tetapi tidak mampu duduk sendiri.
j. Kulit
- Turgor jelek CRT > 2 detik
- Kering
- Terdapat bintik merah dari gigitan nyamuk di ektermitas atas dektra.

I. HARAPAN KELUARGA
Keluarga Tn. S berharap agar petugas kesehatan sering memberikan penyuluhan kesehatan sehingga masyarakat tahu dan sadar tentang pentinya kesehatan.

Rabu, 09 Desember 2009

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Kanker testikular, yang menempati peringkat pertama dalam kematian akibat kanker diantara pria dalam kelompok umur 20 sampai 40 tahun, adalah kanker yang paling umum pada pria yang berusia 15 hingga 40 tahun dan merupakan malignansi yang paling umum kedua pada kelompok usia 35 hingga 40 tahun. Kanker yang demikian diklasifikasikan sebagai germinal atau nongerminal. Tumor germinal timbul dari sel-sel germinal testis (seminoma, teratokarsinoma, dan karsinoma embrional), tumor nongerminal timbul dari epitelium. Sebagian besar neoplasma adalah germinal, dengan sekitar 40% adalah seminoma. Seminoma cenderung untuk tetap setempat, mementara tumor nonseminoma tumbuh cepat. Penyebab tumor testikular tidak diketahui, tetapi kriptokhidisme, infeksi dan faktor-faktor genetik dan endokrin tampak berperan dalam terjadinya tumor tersebut.
Resiko kanker testikular adalah 35 kali lebih tnggi pada pria dengan segala tipe testis yang tidak turun ke dalam skrotum dibanding dengan populasi umum. Tumor testis biasanya malignan dan cenderung untuk bermetastase lebih dini, menyebar dari testis ke dalam nodus limfa dalam retroperitonium dan ke paru-paru.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk mengidentifikasi dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien kanker testis.
2. Tujuan Khusus
Seelah menyelesaikan perkuliahan ini, maasiswa diharapkan mampu:
a) Menjelaskan pengertian kanker testis
b) Mereview anatomi dan fisiologi reproduksi laki-laki terutama testis
c) Menjelaskan etiologi kanker testis
d) Menjelaskan manifestasi klinik kanker testis
e) Menjelaskan penatalaksanaan pada kanker testis
f) Mengidenifikasi pengkajian pada kanker testis

BAB II
TINJAUAN TEORI


A. KONSEP PENYAKIT
1. Anatomi dan Fisiologi Testis

Genetalia pada laki-laki tidak terpisah dengan saluran uretra, berjalan sejajar pada kelamin luar laki-laki. Alat kelamin laki-laki terbagi atas 3 bagian:
a. Kelenjar, yang termasuk kelenjar adalah:
1) Testis
2) Vesika seminalis
3) Kelenjar prostat
4) Kelenjar bulbouretralis
b. Kelenjar duktuli, yang termasuk kelenjar duktuli:
1) Epididimis
2) Duktus Seminalis
3) Uretra
c. Bangun penyambung
1) Skrotum
2) Fenikulus spermatikus
3) Penis

Pada pria, beberapa organ berfungsi sebagai bagian dari traktus urinarius maupun sistem reproduktif. Kelainan pada organ-organ reproduktif pria dapat mengganggu fungsi salah satu atau kedua sistem. Akibatnya, penyakit sistem reproduktif pria biasanya ditangani oleh ahli urologi.
Testis dibentuk pada masa embrio di dalam rongga abdomen dekat dengan ginjal. Selama bulan terakhir masa kehidupan janin, testis turun ke arah posterior ke peritoneum, untuk menetap pada dinding abdomen dalam lipat paha. Kemudian kedua testis turun sepanjang kanalis inguinalis ke dalam skrotum. Dalam proses penurunan ini kedua testis disertai oleh pembuluh darah, limfatik, saraf, dan duktus yang menyangga jaringan dan membentuk korda spermatikus. Korda ini memanjang dari cincin inguinal internal melalui dinding abdomen dan kanalis inguinalis hingga ke skrotum. Ketika testis turun ke dalam skrotum, sebuah tubular yang memanjang dari peritoneum menyertainya. Normalnya jaringan ini mengalami obliterasi, satu-satunya bagian yang tersisa yang menyelimuti testis adalah tunika vaginalis (ketika proses peritoneal ini tidak mengalami obliterasi tetapi tetap terbuka ke dalam rongga abdomen, kantung potensial tersisa, sehingga ke dalamnya dapat masuk kandungan abdomen untuk membentuk suatu hernia inguinal tak langsung).

Struktur
Struktur dari sistem reproduktif pria terdiri dari penis, testis (jamak: testes) dalam kantong skrotum, sistem duktus yang terdiri dari epididimis (jamak: epididimidis), vas deferens (jamak: vasa deferens), duktus ejakulatorius dan uretra, dan glandula asesoria yang terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretralis.
Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel Sertoli, dan sel-sel Leydig. Produksi sperma, atau spermatogenesis terjadi pada tubulus seminiferus. Sel-sel Leydig mensekresi testosteron. Pada bagian posterior tiap-tiap testis, terdapat duktus melingkar yang disebut epididimis. Bagian kepalanya berhubungan dengan duktus seminiferus (duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus melanjut ke vas deferens.
Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus vesikula seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius selanjutnya bergabung dengan uretra, yang merupakan saluran keluar bersama, baik untuk sperma maupun kemih. Kelenjar asesoria juga mempunyai hubungan dengan sistem duktus. Prostat mengelilingi leher kandung kemih dan uretra bagian atas. Saluran-saluran kelenjar bermuara pada uretra. Kelenjar bulbouretralis (kelenjar Cowper) terletak dekat meatus uretra.

Fungsi Testikular
Pada embrio, antigen H-Y yang dihasilkan oleh kromosom Y menyebabkan proses diferensiasi sel-sel Sertoli. Sel-sel ini akan mengatur distribusi sel-sel benih pada masa perkembangan embrio-janin dan menyekresi millerian-inhibiting substance (MIS). MIS menyebabkan regresi dari sistem duktus műlleri (yang pada wanita akan berkembang menjadi struktur reproduksi). Proses pematangan sel-sel Leydig janin dikendalikan oleh kromosom Y, dan dirangsang oleh ICSH. Sel-sel Leydig ini akan menghasilkan testosteron, yaitu dihidrotestosteron (DHT), yang menyebabkan proses diferensiasi dari prostat dan genetalia eksterna. Testosteron dihasilkan pada anak usia 11-14 tahun.
Selama enam bulan pertama kehidupan, sel-sel Leydig terus menghasilkan testosteron dalam kadar yang rendah, tetapi kemudian pembentukan testosteron meningkat dengan cepat pada permulaan pubertas. Berkurangnya kecepatan produksi setelah umur 40 tahun. Pada umur 80 tahun menghasilkan testosteron lebih kurang 1/5 dari nilai puncak.
Pada masa pubertas, FSH akan merangsang pertumbuhan tubulus dan testikular, dan testis akan memulai fungsi pria dewasanya. ICSH akan merangsang sel-sel Leydig untuk menghasilkan testosteron, DHT, dan estradiol, FSH akan merangsang sel-sel Sertoli untuk mempengaruhi pembentukan sperma. FSH dalam kadar yang rendah juga akan memperkuat efek perangsangan ICSH. Testosteron harus dihasilkan dalam kadar yang cukup supaya proses spermatogenesis dapat berlangsung dengan sempurna. Dengan demikian, baik FSH maupun CSH harus dilepaskan oleh hipofisis anterior agar spermatogenesis dapat berlangsung. Selanjutnya, testosteron, DHT, estradiol, dan zat yang disekresi oleh tubular-inhibin akan menghambat sekresi ICSH dan FSH oleh hipofisis anterior, sehingga dengan demikian akan terjadi sistem umpan balik yang mengatur kadar testosteron dalam sirkulasi darah.
Kesimpulan:
Testis berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin.
Fungsi testis:
Membentuk gamet-gamet baru yaitu spermatozoa, dilakukan di Tubulus Seminiferus.
Memproduksi hormon seks pria seperti testosteron, yang dilakukan oleh sel interstitial.
Kerja testis di bawah pengawasan hormon gonadotropik dari kelenjar pituitari bagian anterior:
Luteinizing hormone (LH)
Follicle-stimulating hormone (FSH)

2. Definisi
Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum. (Medicastore. 2007).
Kanker testikular adalah keganasan padat yang paling sering pada laki-laki muda. (Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006).
Kanker testis adalah kanker yang paling umum pada pria yang berusia 35 tahun hingga 39 tahun. (Suddarth & Brunner.2002).

3. Etiologi
Penyebabnya yang pasti belum diketahui, tetapi insiden yang terbanyak pada pria umur 20 sampai 40 tahun. Ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya kanker testis:
Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum) walaupun telah dikoreksi dengan operasi.
Bagi pria yang ibunya menggunakan obat dietistibistreol (DES) sewaktu mengalami kehamilan.
Perkembangan testis yang abnormal
Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, ginekomastia dan testis yang kecil).
Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis tetapi masih dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV, infeksi genetik dan endokrin. Jika di dalam keluarga ada riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat.

Kanker testis jarang dijumpai pada pia berkulit berwarna dan angka kematian tidak lebih dari 1%. Kanker ini akan menyebar ke limfonodus dan kemungkinan ke paru-paru, hati, visera, dan tulang
1% dari semua kanker pada pria merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada pria berusia 15 sampai 40 tahun.
Kanker testis diklasifikasikan menjadi:
a. Tumor Sel Germinal (GTC)
Tumor Sel Germinal (GTC) yang berasal dari sel-sel yang memproduksi sperma dan dibatasi oleh tubulus seminiferus, dengan jumlah 95%. GTC secara luas dibagi dalam subtipe seminoma dan nonseminoma.
1) Seminoma
Seminoma terjadi dalam testis dan jarang dalam mediastinum selama atau sesudah remaja. Secara histologis, tumor itu terdiri dari sel terang yang beragregasi dalam lobulus dan dipisahkan oleh stroma fibrosa. Tidak ada pertanda biologik yang terkait jika penderita itu mempunyai kadar β-HCG atau AFP yang meningkat, analisis histologis harus ditinjau ulang apakah ada elemen ganas lainnya. Seminoma adalah tipe GTC yang paling sering 30%-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya ditemukan pada pria berusia 30 sampai 40 tahun dan terbatas pada testis. Cenderung untuk tumbuh lebih lambat, dan timbul pada dekade keempat kehidupan. (Nelson, E. Waldo. 2000).


2) Non-seminoma
Non-seminoma, pasangan ovarium dari seminoma, secara morfologis dan histologis identik dengan sel benih primordial. Tidak seperi seminoma, tumor ini sering terjadi sebelum pubertas. Sekitar 75% non-seminoma telah menyebar ke kelenjar limfe ketika terdiagnosa.. Dibagi lagi menjadi beberapa subkategori:
Karsinoma embrional
Karsinoma embrional terdiri dari sel yang kurang berdiferensiasi dengan gambaran epithelial. Sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati. (Nelson, E. Waldo. 2000).
Tumor yolk sac
Karsinoma yolk sac juga disebut tumor sinus endodermal karena menyerupai sinus endodermal plasenta tikus. Secara histologis, adanya benda Schiller-Duval adalah diagnostik kenaikan kadar α-fetoprotein (AFP) serum merupakan tanda biologik. Sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki. (Nelson, E. Waldo. 2000).
Teratoma
Teratoma biasanya tumor sel benih jinak yang terdiri paling sedikit atas dua, dan kadang-kadang tiga lapis benih. Derajat keganasan dinilai secara histologis dengan menggunakan sistem pentahapan yang berkorelasi dengan potensi keganasan dan kemampuan untuk metastasis. Sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-laki. (Nelson, E. Waldo. 2000).
Koriokarsinoma.
Tumor yang sangat ganas yang dapat terjadi dalam gonad (kelenjar yang mengasilkan gamet ovarium atau testis) maupun ekstragonad. Kariokarsinoma ovarium dapat timbul sebelum pubertas, sedangkan kariokarsinoma testis dan mediastinum hanya ditemukan pada penderita yang mencapai masa pubertas. Secara mikroskopik, tumor itu terdiri atas sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas, sering dengan nekrosis dan perdarahan. Kadar gonadotropin korionik manusia (β-HCG) serum yang tinggi yang dihasilkan oleh tumor ini memberi informasi penting pada waktu diagnosis dan selama terapi. (Nelson, E. Waldo. 2000).
Tumor sel stroma
Tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel Sertoli dan sel granulosa. Tumor ini merupakan 3%-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker testis, yaitu ginekomastia (perkembangan kelenjar susu laki-laki yang berlebihan , bahkan sampai tingkat fungsional). (Medicastore. 2007).
b. Sex Cord Tumors
Sex Cord Tumors yang berasal dari sel-sel penunjang testis spesialis maupun yang nonspesialis dengan jumlah kurang dari 5%. (Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006).

4. Manifestasi Klinik
Gejala timbul dengan sangat bertahap dengan masa atau benjolan pada testis dan secara umum pembesaran testis yang tidak nyeri . Tanda pertama:
Pembesaran tanpa rasa sakit
Adanya masa testis dengan berbagai ukuran dan kadang menghasilkan testis yang berat.
Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
Apabila tumor mengenai daerah yang memproduksi hormon, maka akan terjadi gynecomastia (pembesaran abnormal buah dada) dan puting susu dapat menjadi sakit
Rasa sesak pada skrotum, area inguinal, atau abdomen dalam
Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah
Pada stadium lanjut tanda dan gejalanya adalah:
Obstruksi ureter (saluran yang membawa urin dari ginjal ke kandung kemih)
Adanya masa abnormal dalam perut
Batuk-batuk sampai berdarah
Sesak nafas
Letih, pucat dan malas.
Sakit pinggang (akibat perluasan nodus retroperineal)
Penurunan berat badan
Kelemahan umum dapat diakibatkan oleh metastase
Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.

5. Patofisiologi
Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun.
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya kanker testis: Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum), perkembangan testis yang abnormal, sindroma Klinefelter, faktor lainnya. Kegagalan penurunan testis ke dalam skrotum (kriptokidisme atau undesensus testis) akan meningkatkan resiko berkembangnya kanker testikular yang lebih besar. Testis yang tidak turun dan menetap dalam abdomen memiliki resiko kanker testikular yang lebih tinggi daripada tertahan dalam kanalis inguinalis. Sindrom Klinefelter adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan peningkatan resiko berkembangnya GTC.
Kanker testis diklasifikasikan menjadi:
a. Tumor Sel Germinal (GTC)
1) Seminoma
Seminoma cenderung untuk tumbuh lebih lambat, dan timbul pada dekade keempat kehidupan.
2) Non-seminoma
Sekitar 75% non-seminoma telah menyebar ke kelenjar limfe. Dibagi lagi menjadi beberapa subkategori:
Karsinoma embrional
Sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati.
Tumor yolk sac
Karsinoma yolk sac juga disebut tumor sinus endodermal karena menyerupai sinus endodermal plasenta tikus. Secara histologis, adanya benda Schiller-Duval adalah diagnostik kenaikan kadar α-fetoprotein (AFP) serum merupakan tanda biologik. Sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki
Teratoma
Teratoma biasanya tumor sel benih jinak yang terdiri paling sedikit atas dua, dan kadang-kadang tiga lapis benih Sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-laki.
Koriokarsinoma.
Tumor yang sangat ganas yang dapat terjadi dalam gonad (kelenjar yang mengasilkan gamet ovarium atau testis) maupun ekstragonad.
Tumor sel stroma
Tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel Sertoli dan sel granulosa. Tumor ini merupakan 3%-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker testis, yaitu ginekomastia. (Medicastore. 2007).
b. Sex Cord Tumors
Sex Cord Tumors yang berasal dari sel-sel penunjang testis spesialis maupun yang nonspesialis dengan jumlah kurang dari 5%.

Kanker testis jarang dijumpai pada pria berkulit berwarna dan angka kematian tidak lebih dari 1%. Kanker ini akan menyebar ke limfanodus dan kemungkinan ke paru-paru, hati, visera dan tulang. Penilaian stadium GCT termasuk pengukuran kadar serum penanda tumor, AFP dan hCG serta laktase dehidrogenase (LDH), baik sebelum maupun sesudah orkiektomi. Terdapat tiga stadium GCT berdasarkan pada kriteria AJCC, yang dapat membantu untuk menentukan prognosis dan petunjuk pengobatan, yaitu:
1) Stadium I
Kanker belum menyebar ke luar testis, hanya terbatas pada testis, epididmis atau funikulus spermatikus.
2) Stadium II
Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut (retroperitoneal). Jumlah kelenjar yang terlibat dan ukuran kelenjar selanjutnya akan mencirikan keterlibatan kelenjar limfe retroperotoneal. Resiko berulang akan meningkat bila kelenjar yang terkena lebih dari 5 dan bila ukuran satu atau lebih kelenjar yang terkena lebih besar daripada 2 cm, resiko berulang akan lebih besar lagi bila ukuran kelenjar yang terkena lebih dari 5 cm.
3) Stadium III
Kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai ke hati atau paru-paru.
(Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006)

6. Penatalaksanaan
Kanker testiskular adalah salah satu tumor padat yang dapat disembuhkan. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menyingkirkan penyakit dan mencapai penyembuhan. Pemilihan pengobatan bergantung pada tipe sel dan keluasan anatomi penyakit.
a. Pengobatan yang bisa digunakan:
1) Pembedahan : pengangkatan testis (orkiektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening (limfadenektomi)
Testis diangkat dengan orkhiektomi melalui suatu insisi inguinal dengan ligasi tinggi korda spermatikus. Prostesis yang terisi dengan jel dapat ditanamkan untuk mengisi testis yang hilang. Setelah orkhiektomi unilateral untuk kanker testis, sebagian besar pasien tidak mengalami kerusakan fungsi endokrin. Namun demikian, pasien lainnya mengalami penurunan kadar hormonal yang menandakan bahwa testis yang sehat tidak berfungsi pada tingkat yang normal. Terapi hormon pengganti diperlukan bila kedua testis diangkat.
2) Terapi penyinaran
Terapi radiasi pada retroperitoneal dan homolateral limfonodus iliaca mengikuti pengangkatan seminoma. Semua limfonodus yang positif mendapat radiasi setelah pengangkatan non-seminoma. Pria dengan penyebaran retroperitoneal tumor mendapat terapi radiasi sampai ke nodus mediastinal dan supraklavikuler.
Terapi ini digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma, terutama pada stadium awal. Terapi radiasi langsung meradiasi sel kanker dengan kekuatan tinggi, merusak kemampuan sel kanker untuk tumbuh dan berkembang biak. Terapi ini meggunakan sinar-X atau sinar gamma yang memancarkan sinar elektron pada daerah sasaran. Perkembangan terakhir pada terapi radiasi adalah lapangan radiasi luas, dosis radiasi besar, seperti terapi pada sebagian tubuh. Lapangan radiasi luas dan dosis radiasi besar memberikan terapi yang efektif dan diterima dengan baik oleh penderita yang kankernya sudah menyebar. Terapi elektron pada seluruh kulit, perkembangan yang lain, meradiasi seluruh permukaan kulit dan berhasil mengatasi penyakit kulit yang luas. Hyperfractionation, pendekatan ekperimental untuk mencapai pengontrolan tumor yang lebih baik, memberikan terapi radiasi lebih dari sekali dalam sehari.
Terapi radiasi bisa diberikan secara eksternal maupun internal. Radiasi eksternal lebih luas penggunaannya.
Terapi radiasi ini tidak boleh dilakukan untuk menterapi wanita hamil dan harus dengan hati-hati pada penderita dengan gangguan pada darah yang jumlah darahnya bisa turun lebih banyak dengan radiasi.
Sebelum operasi, radiasi dapat mengecilkan tumor sehingga memungkinkan tumor diambil total. Setelah operasi, radiasi dapat merusak sel-sel kanker yang tidak terdeteksi selama pembedahan. Ini juga untuk menghilangkan nyeri dan meningkatkan kualitas hidup penderita kanker terminal.
Selama terapi radiasi, anda dibaringkan pada meja atau lantai (pada kasus dengan dosis radiasi yang besar) sedang mesin besar, biasanya di atas kepala, lansung meradiasi tempat sasaran selama waktu yang ditentukan, biasanya selama 1 sampai 2 menit.
Komplikasi terapi radiasi:
Terapi radiasi merusak sel normal bersama-sama sel kanker. Sel normal mempunyai kemampuan lebih besar untuk memulihkan diri dari radiasi daripada sel kanker, akan tetapi beberapa komplikasi dapat terjadi. Beberapa komplikasinya adalah gangguan pada pencernaan, nyei kepala, berkurangnya jumlah sperma, berkurangnya kadar hormon, sel darah putih serta jumlah platelet.
Pemulihan setelah terapi radiasi:
Setelah menerima terapi, ikuti petunjuk penting ini, yaitu:
a) Rawatlah kulit anda
Gunakan sabun yang lembut
Hindari iritasi terhadap daerah radiasi dengan parfum, bedak, atau kosmetik lainnya.
b) Petunjuk-petunjuk lain
Laporkan pada dokter jika tmbul efek samping.
Jaga jadwal kontrol anda ke dokter.
3) Kemoterapi
Digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan etoposid) untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan hidup penderita tumor non-seminoma. Kemoterapi diperlukan meski tumor dalam stadium 0. Kemoterapi dan radiasi diikuti oleh transplantasi sumsum tulang yang akan membantu penderita tumor yang tidak responsive. (Warfeld, Carol.1996)
Terapi ini juga dilakukan untuk:
Menghilangkan kanker keseluruhan
Mengendalikan kanker yang diperkirakan akan timbul kembali dan berkembang di kemudian hari.
Menghilangkan gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker, seperti: nyeri.

Kemoterapi dapat dilakukan di rumah sakit, kantor, klinik, atau sesekali di rumah penderita. Terapi diatur untuk memungkinkan pemulihan jaringan yang sehat dan memperkecil efek sampingnya. Obat ini dapat diberikan secara oral atau injeksi atau melalui cairan spinal. Beberapa dapat dioleskan pada kulit.
Mengatasi efek samping kemoterapi pada umumnya
Kemoterapi sering menyebabkan efek samping yang tidak menyenangkan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah efek samping samping dari kemoterapi, yaitu:
a) Kerontokan rambut
Obat-obat kemoterapi dapat berpengaruh pada seluruh rambut di badan dan kepala. Efeknya dari mulai penipisan rambut sampai kerontokan semua rambut. Rambut dapat tumbuh kembali dengan warna dan tekstur lain.
Ketahuilah bahwa kerontokan rambut itu sementara saja.
Beberapa penderita lebih suka memotong rambutnya untuk menutupi menipisnya rambut.
Untuk membantu mengurangi kerontokan rambut, cucilah rambut anda dengan shampo lembut dan hindari menyikatnya dan menyisirnya berulang-ulang gunakan penggulung atau pengeriting permanen.
Pakailah topi, scarf atau rambut palsu.
b) Kehilangan nafsu makan
Nutrisi yang baik penting walaupun selera makan anda jelek.
Makan sedikit-sedikit dan sering serta minum suplemen tinggi kalori.

c) Depresi sumsum tulang (leukopenia, thrombocytopenia, anemia)
Segera laporkan pada dokter bila terjadi panas, menggigil, nyeri tenggorokan, malas, kelelahan yang tdak wajar, atau kulit pucat yang tidak biasa.
Hindari mendekati orang yang terinfeksi selama beberapa bulan.
Anda dan keluarga anda tidak boleh melakukan imunisasi selama atau tidak lama sesudah kemoterapi karena akan timbul reaksi berlebihan.
Lakukan tindakan pencegahan untuk mencegah perdarahan. Lakukan perawatan ekstra dengan pencukur listrik, benang gigi, sikat gigi, dan benda-benda yang tajam atau melukai dihindari. Hindari pemeriksaan digital, supositoria rektal, dan enema. Meningkatkan masukan cairan anda untuk mencegah konstipasi.
Minum vitamin dan suplemen besi.
Hindari aktivitas yang dapat menimbulkan trauma dan perdarahan. Laporkan terjadinya perdarahan atau kebiruan pada dokter.
Makanlah makanan tinggi besi, seperti: hati dan bayam.
Ingatlah bahwa penting untuk melakukan pemeriksaan darah lanjutan walaupun terapi sudah selesai.
d) Diare dan kram pada perut
Belajarlah bagaimana menggunakan obat-obat antidiare, dan laporkan terjadinya diare pada dokter.
Jagalah agar masukan cairan anda cukup, makan-makanan lunak dan rendah serat.
Jagalah kebersihan perineal dengan baik untuk mencegah kerusakan jaringan dan infeksi.
e) Mual dan muntah
Minumlah obat untuk mengatasi mual dan muntah dan beritahukan pada dokter jika obat tidak efektif. Ikuti pola makan yang diberikan oleh dokter pada anda.
f) Nyeri pada mulut
Rawatlah mulut anda dengan baik, menggunakan benang gigi, dan menyikat gigi adalah hal pokok.
Cegahlah trauma pada rongga mulut dengan menghindari merokok, alkohol, makanan pedas, dan makanan atau minuman yang terlalu panas atau dingin.
Periksalah mulut anda (atau keluarga anda yang melakukannya) dan laporkan bila ada kelainan.
Jika anda mempunyai gigi palsu, tanggalkan selama mungkin dan bersihkan beberapa kali dalam sehari.
4) Iradiasi nodus limfe pasca operatif dari diagfragma sampai regio iliaka
Digunakan untuk mengatasi seminoma dan hanya diberikan pada tempat tumor saja. Testis lainnya dilindungi dari radiasi untuk menyelamatkan fertilitas. Radiasi juga digunakan untuk pasien yang tidak menunjukkan respons terhadap kemoterapi atau bagi mereka yang tidak direkomendasikan untuk dilakukan pembedahan nodus limfe.
5) Pencangkokan sumsum tulang
Dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang penderita.
6) Diseksi nodus limfe retroperineal (RPLND)
Untuk mencegah penyebaran kanker melalui jalur limfatik mungkin dilakukan setelah orkhiektomi. Meskipun libido dan orgasme normal tidak mengalami gangguan setelah RPLND, pasien mungkin dapat mengalami disfungsi ejakulasi dengan akibat infertilitas. (Medicastore. 2007).

Penentuan Stadium dan Pengobatan Kanker Testis Sel Germinal
Stadium Perluasan penyakit Pengobatan dan prognosis/laju remisi (%)
Seminoma Non-Seminoma
I Terbatas pada testis • Iradiasi (98%)
• Orkiektomi • RPLND atau observasi (>95%)
• Orkiektomi
II Mengenai testis dan kelenjar limfe retroperitoneal • Iradiasi (90%)
• Orkiektomi
• Kemoterapi dengan sisplastin • RPLND (>95%)
• Orkiektomi
• Kemoterapi
IIa Kelenjar getah bening < 2 cm • Iradiasi • RPLND atau kemoterapi seringkali oleh RPLND
IIb Kelenjar getah bening 2-5 cm • Iradiasi • RPLND ± kemoterapi dilanjutkan dengan RPLND
IIc Kelenjar > 5 cm • Kemoterapi • Kemoterapi
III Metastase jauh (ke luar kelenjar getah bening) • Kemoterapi (>80%) multi obat
• Orkiektomi • Kemoterapi (70%)
• Orkiektomi

(Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006)

Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya, diberikan kemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau vinblastin). (Medicastore. 2007).

b. Perawatan Organ reproduksi dan Pemeriksaan diri
Pada umumnya, perawatan kesehatan organ reproduksi cowok hampir sama dengan perawatan organ reproduksi cewek, diawali dengan menjaga kebersihan secara umum. Begitu pula dengan organ seksual kita.
Pakaian dalam
Sebaiknya kita memilih dan mengenakan pakaian dalam yang terbuat dari katun, karena bahan ini menyerap keringat sehingga tidak membuat daerah kelamin kita kepanasan dan lembab.
Hindari memakai celana dalam (maupun luar, misalnya, celana jins) yang terlalu ketat, karena selain membuat peredaran darah tidak lancar juga akan membuat penis dan testis kita kepanasan Panas berlebihan, yang disebabkan oleh suhu udara, keringat, dan pakaian yang terlalu ketat, akan menurunkan kualitas sperma sehingga menurunkan kemampuannya untuk membuahi sel telur.
Pemeriksaan sendiri
Ada dua cara untuk mendeteksi tumor testis secara efektif, yakni: dengan pemeriksaan sendiri secara teratur dan palpasi testis sewaktu pemeriksaan fisik. Pemeriksaan testis dapat dilakukan sendiri untuk memastikan tidak ada benjolan atau gumpalan yang bisa jadi merupakan tanda-tanda awal kanker testis. Kanker testis merupakan kanker yang sering terjadi pada cowok berusia 25-30 tahun, dan dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain. Karena itu, amat penting untuk mendeteksinya sejak dini sehingga dapat diobati sebelum lebih parah.
Pemeriksaan testis dilakukan dengan cara:






• Sebelum pemeriksaan, mandilah dengan air hangat atau dengan pancuran, untuk membuat kulit skrotum relaks dan lunak.
• Dengan hati-hati periksa tiap testis dengan dua tangan. Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah Anda di sebelah bawah testis, sedangkan jempol Anda di sebelah atasnya.
• Periksa sekeliling testis dengan jari Anda. Testis itu harus terasa halus dan kencang. Salah satu testis mungkin lebih besar yang lain; ini normal. Rasakan kalau ada benjolan yang tidak normal; biasanya sebesar kacang kedelai.
• Kenali adanya epididimis, yaitu semacam struktur berbentuk seperti tali tambang yang ada di atas dan di belakang masing-masing testis. Hal ini sangat normal.
• Waspadai adanya benjolan kecil di bawah kulit, di bagian depan atau sepanjang testis. Benjolan ini mungkin sebesar butiran beras atau kacang.
• Bila ada pembengkakan atau benjolan, segera periksakan diri ke dokter.
• Lakukan/ulangi pemeriksaan pada tanggal yang sama setiap bulan Bila pada testis kita ada benjolan atau pembengkakan, kamu jangan panik! Benjolan tidak serta merta berarti terkena kanker, tetapi untuk memastikan apa yang sedang terjadi pada diri kita, tentunya kita harus segera periksa ke dokter. Apabila dideteksi dan diobati sejak dini, kanker testis biasanya dapat disembuhkan dengan sempurna.

Pembesaran testis dengan perubahan kekenyalan menjadi keras, dengan atau tidak disertai rasa nyeri, atau adanya rasa "berat" pada buah zakar harus dicurigai adanya suatu keganasan atau kanker testis. Kanker testis ini bila ditangani pada stadium awal akan memberi hasil sangat baik. Adanya benjolan di luar/terpisah dari testis yaitu spermatokel atau kista epididimis; gumpalan lunak di atas testis (varikokel); testis tidak teraba karena ada cairan yang mengelilinginya sehingga teraba seperti balon air kemungkinannya hidrokel atau hematokel.
1) Hidrokel
Hidrokel adalah pengumpulan cairan, umumnya pada tunika vaginalis testis, meskipun dapat juga terkumpul di dalam korda spermatikus. Biasanya, tunika vaginalis menjadi sangat membesar akibat cairan. Hidrokel dapat akut atau kronis. Pada deteksi, kondisi ini berbeda dari hernia karena pada hidrokel cahaya diteruskan ketika ditransiluminasi, sementara hernia tidak.
Hidrokel akut dapat terjadi dalam hubungannya dengan penyakit infeksi akut epididimis atau sebagai akibat cidera lokal atau penyakit infeksi sistemik, seperti gondongan. Penyebab hidrokel kronis tidak diketahui.
Biasanya, tidak dibutuhkan terapi. Pengobatan diperlukan hanya jika hidrokel menjadi lebih luas dan mengganggu sirkulasi testikular atau jika merasa skrotum menjadi besar, tidak nyaman atau memalukan.
Dalam pengobatan bedah hidrokel, insisi dibuat melalui dinding skrotum ke arah bawah tunika vaginalis yang mengalami distensi. Sakus direseksi atau setelah dibuka, dijahitkan bersama ke dinding yang kolaps. Pada periode pasca operatif, pasien mengenakan penyangga atletik untuk kenyamanan. Komplikasi utama adalah hematoma pada jaringan skrotum yang kendor.
2) Varikokel
Varikokel adalah dilatasi abnormal vena dari pleksus venosus pampiniformus dalam skrotum (jaring-jaring vena dari testis dan epididimis yang membentuk bagian korda spermatikus). Varikokel biasanya terjadi pada vena bagian atas kiri pria dewasa. Pada beberapa pria, varikokel menunjukkan kaitan dengan infertilitas. Sedikit, jikapun ada, gejala subyektif dapat ditimbulkan oleh vena spermatikus yang membesar, dan tidak ada pengobatan yang diperlukan kecuali dikhawatirkan terjadi infertilitas.
Varikokel simtomatik (nyeri, keras, dan adanya rasa tidak nyaman pada regio inguinal) diperbaiki melalui tindakan ligasi vena spermatikus eksternal pada area inguinal. Kantong es dapat diletakkan pada skrotum selama beberapa jam pertama setelah pembedahan untuk menghilangkan edema. Pasien kemudian mengenakan penyangga skrotum.

Untuk rasa nyeri yang tiba-tiba pada testis dapat berupa puntiran, dan perlu ditangani segera karena bila puntiran tadi terjadi dalam waktu lebih dari 5-12 jam, kemungkinan testisnya tidak dapat diselamatkan walaupun puntirannya diluruskan. Sedangkan bila terjadi lebih lambat dan disertai demam atau nyeri saat buang air kecil, perlu dicurigai adanya infeksi pada testis, epididimis atau keduanya. Hal ini perlu diobati segera supaya tidak meluas dan fungsi testis/organ sekitarnya dapat dipertahankan. (Kompas Cyber Media. 1999).
Hal-hal yang harus segera diwaspadai adalah bila kamu menemukan salah satu testis membengkak atau terasa lebih berat dari biasanya, dada (buah dada) membesar dan terasa lunak, timbul luka yang tak kunjung sembuh, ada benjolan kecil pada testis.
Apabila Anda merasakan sebuah benjolan, periksakan ke dokter Anda. Mungkin itu hanya infeksi. Kalau itu kanker, dokter mungkin menganjurkan agar testis tersebut dibuang. Kanker testis jarang terjadi pada kedua testis, dan anda hanya memerlukan sebuah saja untuk menjalankan fungsi seksual anda.
Selain pemeriksaan rutin setahun sekali, kita harus segera memeriksakan diri ke dokter bila menemui atau mengalami hal-hal sebagai berikut pada alat kelamin kita:
• Terdapat luka, lecet, atau ruam, atau kutil di daerah testis.
• Terasa gatal terus-menerus.
• Uretra atau saluran kencing mengeluarkan cairan yang tidak biasa.
(Kompas Cyber Media. 2002)

c. Seks sesudah operasi kanker
Anda akan merasa cemas sesudah mengetahui kanker testis, dan anda akan takut kehilangan fungsi seksual pasca orkiektomi (operasi mengangkat satu atau kedua testis). Mengetahui bagaimana efek orkiektomi terhadap fungsi seksual akan membantu menghilangkan ketakutan tersebut.
Apabila satu testis diangkat
Bila hanya satu testis yang diangkat, tidak akan mengakibatkan sterilitas atau impotensi. Kebanyakan ahli bedah hanya mengangkat testis, tetapi tidak mengangkat skrotum (kandung zakar). Jel yang dibuat menjadi prostetis, yang berat dan besarnya seperti testis normal dapat dicangkokan di dalam skrotum. Sesudah bekas luka mengalami kesembuhan, anda dapat mengadakan kegiatan seksual.
Apabila kedua testis yang diangkat
Kanker testis bilateral (kanker kedua testis) jarang dijumpai. Apabila kedua testis diangkat, anda akan menjadi steril. Tetapi ingat, kehilangan fertilitas tidak mempengaruhi sifat kejantanan anda. Dokter akan memberikan hormon sintetis sebagai pengganti atau menambah pembentukan hormon yang telah diangkat, sehingga kadarnya tetap stabil.

d. Tips Diet Untuk Mencegah Penyakit Kanker
Berapa banyak buah dan sayuran, atau pun biji-bijian yang diperlukan sebagai diet untuk pencegahan kanker? Dan seberapa besar ukuran setiap porsinya? American Institute for Cancer Research meluncurkan suatu kampanye pendidikan konsumen untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Beberapa saran kampanye tersebut antara lain:
Pelajarilah tentang porsi makanan yang tepat untuk anda dengan cara meluangkan waktu satu hari untuk menakar jenis-jenis makanan tertentu. Misalnya, tuang cereal ke dalam sebuah mangkuk penakar dan ingat berapa banyak yang diperlukan dalam mangkuk sarapan anda setiap pagi.
Pastikan dua per tiga dari porsi makanan anda terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan kacang-kacangan, serta hanya sepertiganya terdiri dari daging atau ikan. Mintalah pelayan restoran untuk membungkus sisa daging/ikan yang anda pesan, sehingga anda bisa membawanya pulang, dan janganlah anda merasa harus mengkonsumsi seluruh makanan yang mahal itu di tempat.
Cari penggantinya. Sebuah burger siap saji boleh dikonsumsi saat makan siang di kantor, jika menu makan malam anda sehat. Atau pilih burger ukuran biasa, bukan ukuran seperempat pon (satu ons), dan anda akan menghemat 160 kalori.
Buah dan sayuran sebagai cemilan. Belilah wortel dan sayur-sayuran lainnya yang sudah dikupas dan dibersihkan, tuang ke dalam wadah untuk ditumis atau bawa ke tempat kerja sebagai makanan ringan. Atau masukanlah potongan-potongan pisang atau buah lainnya ke dalam cereal.

7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1) USG skrotum
2) Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG (human chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase). Hampir 85% kanker non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP atau beta HCG. Tes ini digunakan sebagai dasar pengobatan dan mendeterminasi prognosis.
3) Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
4) CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
5) Operasi eksisi untuk biopsi jaringan/ tumor dilakukan untuk mengetahui tipe sel-sel tumor, diperlukan dalam pengobatan yang efekif. Pemeriksaan daerah lipat paha untuk mengetahui keterlibatan pembesaran limfonodus.
6) Teknik imunositokimia yang terbaru dapat membantu mengidentifikasi sel-sel yang tampaknya menghasilkan penanda tumor. Penanda tumor adalah substansi yang disintesis oleh sel-sel tumor dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang abnormal. Kadar penanda tumor dalam darah digunakan untuk mendiagnosis, menggolongkan dan memantau respons terhadap pengobatan.
7) Urografi intervena untuk mendeteksi segala bentuk penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa tumor.
8) Limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor ke sistem limfatik.
(Warfeld, Carol.1996)

8. Prognosis
Prognosis bergantung kepada luasnya penyakit pada waktu diagnosis dan kepada tempat primer (gonad dan ekstragonad). Dengan terapi modern 70%-80% dari semua penderita dengan tumor sel benih yang ganas akan hidup tanpa penyakit 5 tahun setelah diagnosis. Untuk penderita dengan penyakit yang terlokalisasi dan prognosis amat baik, percobaan mutakhir difokuskan pada meminimalkan toksisitas. Hasil terapi kurang baik (angka ketahanan hidup 5 tahun adalah 40%-70%) untuk penderita dengan penyakit lanjut, dan penelitian difokuskan pada pengintensifan terapi. Beberapa penderita dengan penyakit berulang dapat mencapai remisi atau sembuh dengan terapi penyelamatan (salvae therapy).
(Nelson, E. Waldo. 2000)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KANKER TESTIS


B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan yang lalu
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit getah bening dan kanker testis sebelumnya.
Kaji riwayat pekerjaan klien
b. Aktivitas/istirahat
Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum
Kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi latihan
Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Penurunan kekuatan, jalan lamban, dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
c. Sirkulasi
Palpitasi, angina pectoris/nyeri dada
Takikardia, disritmia
Sianosis wajah dan leher
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu oleh pembesaran nodus limfe.
Pucat (anemia), diaforesis.
d. Integritas Ego
Stress
Ansietas
Menarik diri
Gelisah
e. Eliminasi
Perubahan karakteristik urin atau feses
Riwayat obstruksi usus
f. Makanan dan cairan
Anoreksia atau kehilangan nafsu makan
Disfagia/tekanan pada esophagus
Adanya penurunan berat badan
g. Nyeri/keamanan
Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena
Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol
h. Pernafasan
Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada
i. Keamanan
Adanya infeksi
Peningkatan suhu tubuh
Kemerahan
j. Seksualitas
Penurunan libido
Perubahan peran
Kaji tentang persepsi diri

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efekif berhubungan dengan peningkatan tekanan intra torakal desakan mediatinum.
b. Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan inkontinensia urin dan peningkatan tekanan intra renal.
c. Resiko tinggi infeksi saluran kemih berhubungan dengan nyeri saat BAK.
d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan, mual dan muntah.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
f. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan pembesaran testis dan perubahan fungsi dan struktur tubuh.
g. Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan pembedahan.

BAB III
KESIMPULAN


1. Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum.
2. Ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya kanker testis:
Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum) walaupun telah dikoreksi dengan operasi.
Bagi pria yang ibunya menggunakan obat dietistibistreol (DES) sewaktu mengalami kehamilan.
Perkembangan testis yang abnormal
Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara (ginekomastia) dan testis yang kecil).
Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis tetapi masih dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV, infeksi genetik dan endokrin. Jika di dalam keluarga ada riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat.
3. Kanker testis diklasifikasikan menjadi:
a. Tumor Sel Germinal (GTC)
1) Seminoma
2) Non-seminoma
b. Sex Cord Tumors
4. Kanker testiskular adalah salah satu tumor padat yang dapat disembuhkan. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menyingkirkan penyakit dan mencapai penyembuhan. Pemilihan pengobatan bergantung pada tipe sel dan keluasan anatomi penyakit.
DAFTAR PUSTAKA



Doenges, Marylinn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.

Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 3. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia A dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC.

Suddarth & Bruner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC.

www.google.com. Kanker Testis-Kalbefarma Medical Portal. MML. 2004. Pasien Kanker Testis Dapat Memiliki Anak.

www.yahoo.com. Kompas Cyber Media. 2002. Pemeriksaan Diri Kanker Testis.

www.google.com. Kompas Cyber Media. 2005. Ibu Merokok Anaknya Terkena Kanker Testis.

www.google.com. Klinikpria. 1999. Para Pria Jangan Abaikan Diri.

www.yahoo.com. Kompas. Siswono. 2001. Perawatan Organ Reproduksi Cowok.

www.yahoo.com. kanker (organ reproduksi pria)-medicastore. 2004. Kanker Testis.

www.google.com. Semua berita tentang kanker-satumed. 2000. Apel Memperlambat Pertumbuhan Kanker.

www.google.com. Kanker health-waspada. 2004. Kenali Kanker Yang Umum Terjadi Pada Pria.

www.yahoo.com. Weddingku.com. 2007. Menjaga Kesehatan Alat Kelamin Pria.

www.google.com. Testis-wikipedia Indonesia.. 2007. Testis.