LAPORAN PENDAHULUAN
DECOMPENSASI CORDIS
A. PENGERTIAN
Decompensasi
cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran
darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)
Dekompensasi
kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi
kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani,
1998; Price ,1995).
B. ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan
cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat
menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel (
stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel
(perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab
tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di
dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :
- Stroke volume : isi sekuncup
- Kontraksi kardiak
- Preload dan afterload
Meliputi :
1.
Kerusakan
langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark myocarditis,
myocarial fibrosis, aneurysma ventricular
2.
Ventricular
overload terlalu banyak pengisian dari ventricle
·
Overload
tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri pulmonal,
hipertensi pulmonari
·
Keterbatasan
pengisian sistolik ventricular
·
Pericarditis
konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang tinggi,tamponade,
mitra; stenosis
·
Ventrucular
overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek seftum ventricalar
Decompensai cordis terbagi atas dua
macam meliputi :
1.
Decompensasi
cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan
berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir sistol
terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada
masa diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin
tinggi, makin lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi
peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan
diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah
kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam
atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam
kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi
transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru..
Pada saat
peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi
transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi
terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang
yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan
di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari
saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25
mmHg) sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama
akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru
disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak
cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta
perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang
berakibat kematian.
Gagalnya
kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung oksigen
tubuh yang berakibat dua antara lain:
·
Tanda-tanda
dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort (sesak nafas pada
akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan dapat dikurangi
pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural paroksimalis (sesak
nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun)
·
Dan
kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang bertambah,
penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,
·
Disfungsi
diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif yang
tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel
2.
Decompensasi
cordis kanan
Kegagalan
venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan yang naik
pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi
sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel
masuk kedalam(edema perier) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan
tidak dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan optimal ,
terjadi bendungan diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan tampak
gejal yang ada adalah udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak
nyata penurunan tekanan darah yang cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan pada
saat sisitol tidak mampu mempu darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan
akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin pula mengakibatkan
tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior
dan vena kava inferior serta selruh sistem vena tampak gejal klinis adalah
erjadinya bendungan vena jugularis eksterna, bven hepatika (tejadi
hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan pada pada
ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler
meningkat melampui takanan osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.
C. PATOFISIOLOGI
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung
akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu
ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan
oleh ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV ( End Diastolic Volume ),
maka terjadi pula peningkatan LVEDP ( Left Ventricle End Diastolic Pressure ),
yang mana derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan
ventrikel. Oleh karena selama diastol
atrium dan ventrikel berhubungan
langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP ( Left Atrium Pressure ),
sehingga tekanan kapiler dan vena
paru-paru juga akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik
di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi
transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam
alveoli, terjadilah edema paru-paru.
Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri
paru yang disebut dengan hipertensi pulmonari, yang mana hipertensi pulmonari
akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang
terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan
terjadi kongesti sistemik dan edema (Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell,
1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997 ).
Berdasarkan
hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat dibagi
berdasarkan klisifikasi sebagai berikut (kategori NYHA):
I.
Pasien dg P. Jantung tetapi tidak
memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari
II. Pasien dengan penyakit jantung yang
menimbulkan hambtan aktivitas hanya sedikit, akan tetapi jika ada kegaiatn
berlebih akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta angina
III. Pasien dengan penyakit jantung dimana
aktivitas jasmani sangat terbatas dan hanya merasa sehat jika beristirahat.
IV. Pasien dengan penyakit jantung yang
sedikit saja bergerak langsung menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga
menimbulkan sesak nafas.
D. TANDA DAN GEJALA
Dampak dari
cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem pulmonal
antara lain :
- Lelah
- Angina
- Cemas
- Oliguri. Penurunan aktifitas GI
- Kulit dingin dan pucat
- Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antaralai :
- Dyppnea
- Batuk
- Orthopea
- Reles paru
- Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru
- Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
- Edema perifer
- Distensi vena leher
- Hari membesar
- Peningkatan central venous pressure (CPV
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis
- Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan guna mengkaji kompensaai sepperti hipertropi ventrikel
- Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada penyakit jantung kotoner
- Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung
- esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk menyajikan data tentang fungsi jantung
F. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobnatan penyakit decompensasi cordis
adalah sbb:
- Pemenuhan kebutuhan oksigen
· Pengobatan faktor pencetus
· Istirahat
- Perbaikan suplai oksigen /mengurangi kongesti
· Pengobatan dengan oksigen
·
Pengaturan
posisi pasien deni kebcaran nafas
·
Peningkatan
kontraktilitas myocrdial (obat-obatan inotropis positif)
·
Penurunan
preload (pembatan sodium, diuretik, obat-obatan, dilitasi vena)
·
Penurunan
afterload (obat0obatan dilatasi arteri, obat dilatasi arterivena, inhibitor ACE
G.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Foto polos dada
·
Proyeksi
A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria
pulmonalis.
·
Proyeksi
RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan pembesaran ventrikel kanan.
2.
EKG
Irama
sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta
berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran
atrium fibrilasi.
3.
Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan
gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain
itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui
frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri
dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.
H. KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
a. Aktivitas
dan Istirahat
Gejala : Mengeluh lemah, cepat
lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar. Mengeluh sulit tidur (ortopneu,
dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat
malam
hari).
Tanda:
Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.
b. Sirkulasi
Gejala: Menyatakan memiliki riwayat
demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada,
riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa
sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek,
bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur;
fibrilasi arterial.
c. Integritas
Ego
Tanda: menunjukan kecemasan;
gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri
hidup, merasa tidak berguna. kepribadian neurotik,
d. Makanan/Cairan
Gejala:
Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
Tanda: Edema umum, hepatomegali dan
asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.
e. Neurosensoris
Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
Tanda:
Kelemahan
f. Pernafasan
Gejala: Mengeluh sesak, batuk
menetap atau nokturnal.
Tanda: Takipneu, bunyi nafas;
krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.
g. Keamanan
Gejala:
Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
Tanda:
Kelemahan tubuh
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
Tanda:
Menunjukan kurang informasi.
- Kemungkinan diagnosa keperawatan
1.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membrane kapiler-alveoli
2.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan
dengan penurunan suplai oksigen sekunder penurunan cardiac output
3.
Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, penurunan metabolism energy sekunder penurunan suplay
oksigen
- Intervensi Keperawatan
No
|
Dx
|
Tujuan dan Keriteria
Hasil
|
Intervensi
|
ttd
|
1.
|
I
|
setelah dilakuakn asuhan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan pertukaran gas efektif dengan keriteria hasil :
-
RR : 16-24 x/menit
-
SaO2 : 95-100 %
-
Tidak ada retraksi dada
-
Tidak ada nafas dangkal
-
I:E = 2:1
|
-
Berikan posisi semifowler
-
Berikan terapi O2 sesuai indikasi
-
Pantau frekuensi pernafasan,
upaya bernafas
-
Kaji bunyi nafas, warna kulit,
status mental
-
Pantau AGD
-
Pantau oksimetri nadi untuk
status oksigenasi
|
|
2.
|
II
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik dengan criteria hasil :
-
Tidak ada sianosis
-
Tidak ada odema
-
CRT < 3 detik
-
Turgor kulit elastic
|
-
Pantau status neurologis
-
Pantau fungsi haemodinamik
-
Kaji oksigenasi dengan oksimetri
-
Pantau hasil laboratorium bilirubin,
BUN, kreatinin
-
Kaji warna kulit,suhu,adanya
diaferosis
-
Kolaborasi untuk pemberian obat
sesuai indikasi
|
|
3.
|
III
|
setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan terjadi keseimbangan cairan dengan keriteria hasil
:
-
Mukosa lembab
-
Turgor kulit baik
-
Balance cairan
-
Odem berkurang/tidak ada
|
-
Batasi pemberian cairan
-
Pantau laporan hasil laboratorium
-
Pantau kelembaban kulit dan
turgor
-
Pantau masukan dan haluaran
-
Pantau tekanan darah dan nadi
-
Berikan posisi trendelenberg
-
Berikan obat sesuai indikasi
|
|
4.
|
IV
|
setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan intoleransi aktivitas
dengan keriteria hasil :
-
Klien mampu melakukan ADL secara
mandiri
-
Klien nyaman dan relax
|
-
Evaluasi keadaan dan tingkat
kesadaran klien
-
Kaji tingkat kemampuan aktivitas
klien
-
Anjurkan kepada klien untuk
memperbanyak tirah baring
-
Batasi pengunjung dan atau
kunjungan klien
-
Berikan lingkungan yang tenang
dan nyaman
-
Anjurkan pada klien untuk jangan
mengedan defekasi
-
Bantu klien dalam memenuhi ADL
-
Latih ROM aktif dan gerak aktif
klien
|
DAFTAR
PUSTAKA
Baradero,
M dkk. 2008. Klien gangguan
kardiovaskuler. Jakarta: EGC
Carpenito
J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.
Doengoes,
Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 3 EGC. Jakarta.
Guyton
hall. 2008. Buku ajar fisiologi
kedokteran ed.2. Jakarta: EGC
Kaplan,
Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta.
Mansjoer,
Arif.200.kapita selekta kedokteran.ed 3.jilid 2.jakarta:media Aesculapius
Nanda. 2002. Nursing diagnostic definition and
classification.philadehelphia:USA
Smeltzer,
Suzzane C. & Brennda G Bare. 2002.
Keperawatan edikal bedah. Jakarta:
EGC
Tambayong, jean. 2000. Phaofisiologi untuk keperawatan. Jakarta:
EGC
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Penyakit
Jantung. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo
Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar