Sabtu, 28 November 2009

Asuhan Keperawatan Otosklerosis

Asuhan keperawatan otosklerosis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan sekitar jendela ovalis yang dapat mengakibatkan fisasi stapes. Lebih sering pada wanita biasanya bersifat herediter dan dapat memperberat karena kehamilan.
Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang didengarnya. Pendengaran normal ialah keadaan dimana orang tidak hanya dapat mendengar, tetapi juga dapat mengerti apa yang didengarnya.
Implantasi koklear telah menjadi pilihan dalam terapi tuli total. Untuk gangguan pada telinga tengah seperi otosklerosis, terapi pilihannya adalah pembedahan. Tetapi, belum ada pengobatan selain bedah bagi mereka yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural. Pengetahuan akan genetik dalam ketulian memberi harapan bagi berkembangnya pengobatan baru. Ada anggapan bahwa sebagian kasus tuli pada anak disebabkan oleh mutasi gen tunggal, sedangkan sisanya oleh lingkungannya. (Brunner & Suddart,2001)
Untuk itu maka perawat perlu mengetahui tentang otosklerosis dan asuhan keperawatannya.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan tulang stapes (ulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya.(Mediastore.2004)
Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibakan fiksasi pada stapes.(Brunner&Sudarth,2001)


B. Etiologi

1. Kolessteatoma
2. Sekresi, granulasi atau polip yang diakibakan oleh otitis media yang kronik, gangguan pendengaran pun mudah terjadi, karena bentuk tubanya lebih pendek, lebar, dan mendatar. Kalau ada infeksi di saluran pernapasan atas, misalnya batuk pilek atau influensa, kuman-kumannnya lebih leluasa untuk sampai ke rongga telinga tengah. Maka OMA pun cepat terjadi. Infeksi dapat menimbulkan perubahan lapisan mukosa telinga tengah. Perubahan ini terjadi berangsur-angsur, tidak langsung. Mula-mula tuba eustachius tersumbat, sehingga penderita merasa pendengarannya terganggu. Lalu terjadi perubahan pada lapisan mukosa di dalam telinga, terbentuk cairan di rongga telinga, dan gendang telinga membengkak. Penderita akan merasa sangat sakit dengan demam tinggi dan nyeri di telinga semakin bertambah. Kalau cairan tidak segera dikeluarkan, gendang telinga bisa pecah atau robek (perforasi), dan meninggalkan lubang. Tuli pun bisa terjadi.
Berdasarkan bagian yang mengalami gangguan atau kerusakan, tuli dibedakan menjadi tuli kondusif dan tuli saraf. Pada tuli kondusif, pendengaran menjadi terganggu karena ada gangguan hantaran suara akibat kelainan infeksi di telinga tengah hampir selalu menimbulkan tuli konduktif. Walaupun gendang telinga masih utuh, tulang-tulang pendengaran kita bisa terputus.
www.indomedia.com/intisari

3. Kelainan kongenital yang berupa tidak terbentuknya satu atau lebih dari tulang pendengaran.
4. Perubahan-perubahan patologik kapsul labyrinth karena virus atau bakteri (rubella,influenza). Perubahan atau kerusakan kapsul labyrinyh yang menyebabkan stapes kaku.(Brunner&Sudah,2001)
5. Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan merupakan penyebab tersering dari tuli konduktif progresif pada dewasa yang gendang telinganya normal.
Jika pertumbuhan berlebih ini menjepit dan menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf yang menghubungkan telinga dalam dengan otak, maka bisa terjadi tuli sensorineural. .(Mediastore.2004)


C. Patofisiologi

Infeksi dapat menimbulkan perubahan lapisan mukosa telinga tengah. Perubahan ini terjadi berangsur-angsur, tidak langsung. Mula-mula tuba eustachius tersumbat, sehingga penderita merasa pendengarannya terganggu. Lalu terjadi perubahan pada lapisan mukosa di dalam telinga, terbentuk ran di rongga telinga, dan gendang telinga membengkak. Penderita akan merasa sangat sakit dengan demam tinggi dan nyeri di telinga semakin bertambah. Kalau cairan tidak segera dikeluarkan, gendang telinga bisa pecah atau robek (perforasi), dan meningalkan lubang. Tuli bisa terjadi.
Berdasarkan bagian yang mengalami gangguan atau kerusakan, tuli dibedakan menjadi tuli kondutif dan tuli saraf. Pada tuli konduktif, pendengaran menjadi terganggu karena ada gangguan hantaran suara akibat kelainan infeksi di telinga hampir selalu menimbulkan tuli konduktif. Walaupun gendang teling masih utuh, tulang-tulang pendengaran bisa terputus.
Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan merupakan penyebab tersering dari tuli kondusif progresif pada dewasa yang gendang telinganya normal. Kekurangan pendengaran yang kongenital, dimana telinga luar dan telinga tengah masih ada, bisa diakibakan oleh efek toksik. Otosklerosis diperkirakan disebabkan oleh adanya pembentukan baru tulang spongiosum yang abnormal, khususnya sekitar jendela ovalis yang mengakibatkan fiksasi pada stapes sehingga efisiensi transmisi suara menjadi terhambat karena stapes tidak dapat bergetar dan menghantarkan suara yang dihantarkan dari maleus dan inkus ke telinga dalam. Penyebab kekurangan pendengaran di telinga tengah ialah membran tympai yag abnormal, misalnya penebalan yang hebat, retraksi, skarifikasi atau perforasi. Kekakuan tulang-tulang pendengaran atau perubahan apapun di telinga tengah yang menyebabkan mobilitas tulang-tulang pendengaran terganggu, sekresi, granulasi atau polip yang diakibatkan oleh otitis media yang kronik. Kelainan kongenital yang berupa tidak terbentuknya satu atau lebih dari tulang pendengaran. Perubahan-perubahan patologik dari kapsul labyrinth yang menyebabkan stapes kaku. Kelainan ini dikenal dengan nama otosklerosis.(Medistore.com.2004)




D.Manifestasi Klinis

1. Pedengaran menurun secara progresif
2. Telinga berdenging (tinitus)
adalah bunyi abnormal yang didengar penderita yang berasal dari dalam kepala,biasanya disebut juga telinga berdengung.Ini bisa karena berbagai keadaan,tinnitus merupakan gejala medis yang agak membingungkan untuk di evaluasi,karena patologi hanya dapat dideteksi pada sekitar 5%kesempatan.Dalam sebagian besar kasus,tak ada terapi yang tersedia.Kadang-kadang orang akan menyalahkan denyut jantungnya bagi bising di dalam telinga.Ini bisa juga dikacaukan dengan bunyi vaskular,kongesti vena atau pulsasi sekunder terhadap masalah kardio sistemik.Tinnitus dibagi atas tinnitus objektif,bila suara tersebut dapat didengar juga oleh pemeriksa atau dengan auskultasi di sekitar telinga dan tinnitus subjektif,bila suara tersebut hanya didengar oleh penderita dan jenis ini sering terjadi.Tinnitus merupakan gejala yang sering terjadi dan dapat tidak dikenalai oleh kebanyakan orang sampai penyebabnya ditemukan dan dapat ditentramkan bahwa tidak ada problema yang gawat.Tinnitus dapat timbul pada usia kapanpun,tetapi gejala ini sering timbul pada usia 40-80 tahun.Belakangan ini besar daya tarik yang dipusatkan pada gejala ini,dan telah diperkenalkan cara terapi baru yang memberikan harapan.Pertanyaan yang diajukan selama anamnesis mencakup:
1.Apakah tinnitus unilateral atau bilateral?
2.Apakah tinnitus kontinu atau intermiten?
3.Tentukan sifat tinnitus(frekuensi tinggi atau rendah)
4.Apakah ada sistem yang menertai yaitu tuli?
Pemeriksaan fisik akan normal pada kebanyakan pasien.tes pertama yang harus dilakukan adalah audiogram,ini mencakup hantaran tulang dan udara nada murni standar.jika abnormal,maka tes tempat lesi audimetrik lebih lanjut harus dilakukan unutk menentukan apakah masalahnya koklea atau retrokoklea.Evaluasi lainnya dapat juga dengan politom elektronistagmografi(ENG) atau skan CT os temporale.Pasien tinnitus dan tuli kondulktif bisa mempunyai penjelasan yang jelas untuk tinnitus yaitu serumaen yang menyumbat,otitis eksterna atau perforasi membarana timpani,semuanya akan jelas pada pemeriksaan yanglebih lanjut. Tinnitus bisa juga disebabkan oleh efusi atau infeksi telinga tengah.
Tinnitus adalah bunyi abnomal yang didengar penderita yang bersal dari dalam kepala, biasanya disebut juga telinga berdengung. Ini bisa karena berbagai keadaan, tinnitus merupakan gejala medis yang agak membingungkan untuk di evaluasi, karena patologi hanya dpat dideteksi pda sekitar 5% kesempatan

3. Vertigo
4. Ketulian 30-40 db (desible)

E. Komplikasi

1. Tuli kondusif
2. Glomus jugulare (tumor yang tumbuh dari bulbus jugularis)
3. Neuroma nervus fasialis (tumor yang berada pada nervus VII, nervus fasialis)
4. Granuloma Kolesterin. Reaksi system imun terhadap produksi samping darah (kristal kolesterol)
5. Timpanosklerosis. Timbunan kolagen da kalsium didalam telinga tengah yang dapat mengeras disekitar osikulus sebagai akibat infeksi berulang. (Bruer & Suddart,2001)

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Otoskopik
Untuk menemukan membran timpani yang normal
2. Pemeriksaan Audiometri/Audiologi
Untuk menguatkan adanya kehilangan pendengaran kondusif atau campuran khususnya pada frekuensi rendah.
Hasil dari tes pendengaran dengan audiometer ini digambar dalam grafik yang disebut audiogram. Apabila pemeriksaan dengan audiometer ini dilakukan, tes-tes suara bisik dan garpu suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil audiogram lebih lengkap. Dengan audiometer dapat dibuat 2 macam audio-gram :
Audiogram nada murni (pure tone
audiogram)
Audiogram bicara (speech audiogram)
Dengan
audiometer dapat pula dilakukan tes-tes :
tes SISI (Short Increment Sensitivity Index), tes Fowler
dimana dapat diketahui bahwa kelainan ada di koklear atau
bukan.
tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan
dibelakang koklea
(retro cochlear) atau bukan. Kelainan retro coklear ini misalnya ada tumor yang menekan N VIIIKeuntungan pemeriksaan dengan audiometer kecuali dapat ditentukan dengan lebih tepat lokalisasi kelainan yang me-nyebabkan ketulian juga dapat diketahui besarnya ketulian yang diukur dengan satu db (desibel).

3. CT scan atau roentgen
Untuk mengidentifikasi adanya kerusakan dan keabnormalan pada struktur telinga
4. Test Rine

Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 hz, dibunyikan dengan cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang dites. Bila penderita banyak tak mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli konduksi. Bila banyak tak mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli persepsi Kemudian dengan garpu suara frekuensi 256 atau 512 hz dilakukan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach sehingga lebih jelas lagi apakah tuli penderita dibagian konduksi atau persepsi
Yaitu test yang menggunakan garputala, untuk mengetahui perbedaan antara hantaran udara degan hantaran tulang
5. Test Weber
Yaitu test yang menggunakan garputala, untuk mengetahui daya tangkap suara antara telinga kanan dengan teliga kiri.(Brunner&Suddarth,2001)
6. Test Bisik
Test ini digunakan untuk mendeteksi pendengaran pasien pada jarak 5 meter dengan mendengarkan kata-kata yang dibisikkan yang memiliki nada rendah sampai dengan yang yang memiliki nada tinggi
Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6 meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter.

7. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama dan digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama
Pada tuli kondusif, nilai diskriminasinya (presentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal.
8. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli kondusif. Prosedur ini tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan bisanya digunakan pada anak-anak. Timpanometri terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga. Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui teling tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga. Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
Penyumbatan tuba eustachius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang)
Cairan di dalam telinga tengah
Kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes salah satu tulang pendengaran di telinga tengah). Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras atau gaduh (reflek akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah. Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neutral, maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraski selama telinga menerima suara yang gaduh.
9. Tes dengan Impedance

Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes ini hanya memerlukan sedikit kooperasi dari penderita sehingga pada anak-anak di bawah 5 tahun pun dapat dikerjakan dengan baik. Dengan mengubah-ubah tekanan pada meatus akustikus ekterna (hang telinga bagian luar) dapat diketahui banyak
tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum timpani). Dari pemeriksaan dengan Impedancemeter
dapat diketahui :
Apakah kendang telinga (membrana timpani) ada lobang
atau tidak
Apakah ada cairan (infeksi) di dalam telinga bagian tengah?
Apakah ada gangguan hubungan antara hidung dan telinga
bagian tengah yang melalui tuba Eustachii.
Apakah ada perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah
akibat suatu radang.
Apakah rantai tulang-tulang telinga terputus karena kece-
lakaan (trauma kepala) atau sebab infeksi.
Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis).
Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah


DERAJAT KETULIAN

Tuli amat berat bila lebih dari 80 db Untuk mengetahui derajat ketulian dapat memakai suara bisik sebagai dasar yaitu sebagai berikut :
Normal bila suara bisik antara 5 - 6 meter
Tuli ringan bila suara bisik 4 meter
Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter
Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter.
Apabila yang dipakai dasar audiogram nada murni, derajat ketulian ditentukan oleh angka rata-rata intensitas pada frekuensi-frekuensi 500, 1000 dan 2000 Hz yang juga disebut speech frequency. Konversasi biasa besarnya kurang lebih 50 db.Derajat ketulian berdasar audiogram nada murni adalah sebagaiberikut :
Normal antara 0 s/d 20 db.
Tull ringan antara 21 s/d 40 db.
Tull sedang antara 41 s/d 60 db.
Tull berat antara 61 s/d 80 db.


G. Penatalaksanaan Medis

Pengangkatan tulang stapes dan menggantikanya dengan tulang buatan bisa mengembalikan pendengaran penderita. Ada pilihan prosedur, yaitu:
1. Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian denga protese)
Beberapa ahli bedah memilih hanya mengambil sebagaian dataran kaki stapes dengan harapan hasilnya lebih baik, tanpa memperhatikan metode yang digunakan protesis dapat membantu menjembatani gp atara inkus dan telinga dalam.
2. Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan protese)
3. Penggunaan flurical (suplemen fluorida) yang dapat memperlambat pertumbuhan tulang spongiosa abnormal.
4. Alat Bantu dengar
Untuk rehabilitasi auditori sehingga suara lebih peka untuk diterima. Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah sura sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari:
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
Sebuah speaker untuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkkan
Berdasarkan hasil test fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural, Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Kemampuan mendengar penderita
Aktivitas di rumah maupun di tempt kerja
Keterbtasan fisik
Keadaan medis
Penampilan
Harga
Terdapat dua jenis alat bantu dengar berdasarkan hantarannya, yaitu:
Alat bantu dengar hantarn udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka. Alat ini ada 4 macam yaitu:
• Alat bantu dengar yang dipasang di badan, digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga. Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.
• Alat bantu dengar yang dipasang di belakang telinga digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat. Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.
• CROS (contralaterl routing of signals). Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada salah satu telinganya. Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmitter radio berukuran mini. Dengan alat ini penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.
• BICROS (Bilateral CROS) Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penurunan fungsi pendengaran yang ringan, maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
Alat bantu dengar hantaran tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan (otore). Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengan hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
5. Implan koklea
Dengan mengganti koklea yang mengalami kerusakan. Pencangkokan koklea dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu merek dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan. Jika fungsi pendengarannya normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara, Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektonik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak (Brunner&Suddart,2001)

Pengangkatan tulang stapes dan menggantinya dengan tulang buatan bisa mengembalikan pendengaran penderita.
Ada 2 pilihan prosedur, yaitu:
• Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian dengan protese)
• Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan protese).

Jika penderita enggan menjalani pembedahan, bisa digunakan alat bantu dengar.
(Mediastore.2004)

II. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Penggambaran tentang penggambaran masalah telinga sebelumya khususya telinga bagian tengah (termasuk adanya infeksi dan kehilangan pendengaran)
b. Riwayat pengguanaan obat sebelumya (alergi terhadap obat)
c. Riwayat keluarga penyakit telinga (pendengaran)
d. Kaji adanya nyeri pada telinga (otalgia)
e. Kaji adanya eritma
f. Kaji adaya secret pada telinga (otora)
g. Tinnitus
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operatif
a. Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan penurunan resepsi sensori
b. Gangguan komunikasi verbal berhubugan dengan kehilagan cotrol otot fasial
c. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa pada tulang teliga.
d. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
e. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan adanya vertigo
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya vertigo
g. Ansientas berhubungan dengan adanya krisis situasi
h. Kurang pegetahuan berhubungan dengan tidak mengenal informasi
Post operatif
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pada jaringan kulit telinga
b. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubunga dengan pembedaha telinga ekstensif
c. Gagguan harga diri berhubungan dengan perubahan barier kulit dengan adanya jaringan parut
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder terhadap pembedahan telinga.
DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth 2002. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: EGC.
Dorland, 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Dongoes, Marilyan Eet all. 1999 Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III
Jakarta :EGC
Medicastore.com. 2001

http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/12_Ketulian.pdf/12_Ketulian
http://fkuii.org/tiki-index.php?page=Tinnitus4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar