Jumat, 04 Desember 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINDROM STEVENS - JOHNSON

Sindrom Stevens Johnson merupakan salah satu bentuk kelainan pada kulit yang dapat disebabkan oleh alergi obat, bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi dengan terapi yang tepat dan cepat nyawa penderita dapat diselamatkan

A. DEFINISI
Sindrom Stevens Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi, kelianan pada kulit berupa eritema, bulae, vesikel, dapat disertai purpura.

B. ETIOLOGI
Etiologi yang pasti belum diketahui. Ada anggapan sindrom ini merupakan eritema yang berat dan disebut Eritema Multiformis Mayor. Salah satu penyebabnya adalah alergi obat secara sistemik, seperti alergi terhadap : penisilin, streptomisin, tetrasiklin, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik-antupiretik.
Penyebab lain misalnya : - Infeksi (virus, jamuir, parasit)
- Neoplasma
- Paska Vaksinasi
- Radiasi dan makanan

C. PATOGENESIS
Patogenesis yang pasti belum jelas diduga disebabkan oleh reaksi alergi Tipe III dan alergi Tipe IV.
Reaksi alergi TIpe III terjadi akibat terbentuknya komplemen antigen-antibodi yang membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen terjadi akumulasi neutropil yang kemudian melepaskan lizosim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ).
Reaksi alergi Tipe IV disebabkan karena limposit T yang tersensitivasi berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.

D. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis dari Sindrom ini bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Pada keadaan yang berat dapat terjadi penurunan kesadaran, Gejala awal dari penyakit ini adalah : demam tinggi, malaisea, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokl.
Gejala yang khas pada Sindrom Stevens – Johnson adalah :
1. Kelainan Pada Kulit
 Eritema
 Vesikel, bulae kemudian memecah sehingga terjadi erosi yantg luas
 Dapat disertai purpura yang akan menyebabkan memburuknya prognosa
 Pada bentuk yang buruk kelaiannya bisa mengenai seluruh tubuh
2. Kelaianan Selaput Lendir Orifisium
 Kelainan tersering pada mukosa mulut (100%)
 Kelainan di alat genital (50%)
 Lubang hidung dan anus (8 dan 4%)
 Di bibir kelainan yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam dan tebal
 Kelainan di mukosa dapat terjadi di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esofagus.
 Stomatitis di mulut menyebabkan klien sukar atau tidak adapat menelan
 Pseudomembran di mukosa faring dapat menyebabkan klien sulit bernafas

3. Kelainan Pada Mata
 Kelainan pada mata dialami 80% dari kasus
 Tersering adalah konjugtivitis
 Perdarahan
 Ulkus kornea
 Irititis

E. KOMPLIKASI
 Bronkopneumonia
 Kehilangan cairan
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dan syok
 Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi

F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Tidak khas jika ada Leukositosis penyebabnya kemungkinan infeksi dan jika perlu dilakukan Kultur
2. Jika terdapat Eosinofilia penyebabnya kemungkinan karena Alergi
3. Pada pemeriksaan Imunologi didapatkan adanya peningkatan Ig G, Ig M, Ig A

G. PENGOBATAN
1. Dengan pemberian Kortikosteroid
- Jika kondisi klien baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan Prednison 30-40 mg perhari
- Jika kondisi buruk,lesi menyeluruh harus diobati secara cepat dan tepat
- Kortikosteroid (Dexametason) secara intravena dengan dosis 4-6 X 5 mg setelah 2-3 hari masa krisis terlalui
- Jika keadaan umum baik, lesi tidak timbul dosis diturunkan 5 mg setiap hari, setalah dosis mencapai 5 mg perhari, diganti oral
- Prednison diberikan dengan dosis 20 mg sehari, kemudian diturunkan dan dihentikan
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah resiko infeksi karena pemberian Kortikosteroid dengan dosis tinggi dan waktu lama (Gentamisin 2x80 mg)
3. Nutrisi : Diet rendah garam dan tinggi protein
4. Pemberian KCL 3 x 500 mg jika terjadi penurunan K

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Kaji riwayat adanya alergi obat
b. Inspeksi kulit dengan cermat untuk mengetahui adanya lesi, dan penyebarannya
c. Inspeksi rongga mulut untuk mengetahui adanya lesi
d. Inspeksi keadaan genetalia untuk mengetahui adanya lesi
e. Kaji kemampuan menelan dan meminum cairan
f. Kaji kemampuan klien untuk bernafas
g. Kaji kemampuan visual klien, gangguan penglihatan, adanya peradangan,
h. Monitor tanda vital terutama suhu untuk mengetahui karakter demam
i. Catat volume urine, berat jenis, dan warnanya
j. Kaji tingkat kecemasan, kemampuan koping

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit (oral, mata, kulit) berhubungan dengan pelepasan jariangan epidermis
b. Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
c. Resiko tinggi perubahan suhu tubuh (HIpotermia) berhubungan dengan kehilangan panas melalui kulit
d. Nyeri yang berhubungan dengan kulit yang terkelupas
e. Anxietas berhubungan dengan prognosis penyakit


3. Intervensi
a. Mempertahankan keutuhan kulit dan membran mukosa
- Lakukan perawatan kulit dengan obat topikal yang diresepkan
- Kompres hangat
- Lakukan oral Higiene (penggunaan obat kumur, larutan anestesi, salep)
- Catat setiap perubahan yang terjadi pada kulit

b. Mencapai keseimbangan cairan dan elektrolit
- Monitor intake dan out put
- Monitor tingkat kesadaran
- Kolaborasi pemberian : cairan intravena, makanan per sonde
- Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BJ urine)

c. Mencegah Hipotermia
- Pemakaian selimut katun yang lembut
- Pemberian lampu penghangat
- Monitor suhu tubuh klien
- Lakukan tindakan dengan cepat untuk mengurangi penguapan

d. Meredakan Nyeri
- Kaji nyeri (PQRST)
- Bekerja dengan tenang dan cepat, jelaskan setiap prosedur
- Berikan dukungan emosional
- Kolaborasi pemberian analgetik
- Jika kondisi pasien sudah membaik ajarkan tehnik mengatasi nyeri

e. Mengurangi Anxietas
- Jelaskan tentang proses penyakit
- Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan
- Berikan dukungan emotional
- Libatkan keluarga dalam perawatan
4. Evaluasi
a. Mencapai peningkatan kesembuhan kulit dan jaringan oral
- Memperlihatkan bagian-bagian kulit yang sembuh
- Menelan cairan dan berbicara dengan jelas
b. Mencapai keseimbangan cairan
o Memperlihatkan nilai-nilai laboratorium dalak kisaran normal
o Memperlihatkan volume dan berat jenis urine dalam kisaran yang normal
o Memperlihatkan tanda-tanda vital yang stabil
o Intake dan out put seimbang
o Memperlihatkan asupan cairan yang normal tanpa gangguan rasa nyaman
c. Mencapai termoregulasi
- Suhu tubuh berada dalam kisaran normal
- Tidak melaporkan gejala menggigil
d. Melaporkan berkurangnya intensitas nyeri
o Melaporkan adanya penurunan intensitas nyeri
o Menggunakan analgetik seperti yang diresepkan dokter
o Melaporkan penggunaan tehnik relaksasi yang mendiri
e. Menampakkan rasa cemas berkurang
o Menggungkapkan perasaan dengan terbuka
o Tidur sesuai dengan kebutuhan
o Dukungan positif dari keluarga

REVIEW SISTEM IMUNITAS

Merupakan Respon Protektif Tubuh yang spesifik terhadap benda asing atau mikroorganisme yang menginvasi

PERTAHANAN SISTEM IMUN
1. Respon Imun Fagositosis (sel darah merah : Granulosit dan Makrofag)
2. Respon Imun Seluler (Limfosit B yang membentuk Antibodi)
3. Respon Imun Humoral (Limfosit T Sitotoksik)

STADIUM RESPON IMUN
1. Pengenalan (Antigen dikenali oleh Limfosit dan Makrofag yang beredar)
2. Proliferasi (Limfosit yang Dorman/non aktif, akan melakukan proliferasi dan Berdiferiensi menjadi Sel T Sitotoksik dan Sel B
3. Respons (Limfosit B dan Limfosit T melaksanakan masinfg-masing fungsi secara Humoral dan Seluler)
4. Efektor (antigen dinetralkan atau dihancurkan lewat kerja antibodi, komplemen, makrofag dan Sel T Sitotoksik)

IMUNOGLOBULIN ]
1. Ig G (75% total imunoglobulin, terdapat dalam serum dan jaringan insterstisisl berperan dalam infeksi, aktivasi sistem komplemen, fagositosis)
2. Ig A (15%, terdapat dalam darah, saliva, air mata, air susu, sekret paru Gi, vagina, melindungi dari infeksi paru, GI, Urogenital, mencegah absorbsi antigen dari makanan, melintasi ASU untuk memberi perlindungan)
3. Ig D (10%, terdapat dalam serum intravaskuler, bereaksi terhadap infeksi virus dan bakteri, aktivasi sistem komplemen)
4. Ig M (0,2%, terdapat dalam serum, mempengaruhi diferensiasi Limfosit B)
5. Ig E (0,004%, terdapat dalam serum, berpengaruh dalam alergi dan sensitifitas, bereaksi terhadap parasit)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM IMUN

1. Usia
2. Gender
3. Nutrisi
4. Kelainan Organ Lain 5. Penyakit Kanker
6. Obat-obatan
7. Radiasi

ALERGI DAN SENSITIVITAS

Alergi adalah : respon sistem imun yang tidak tepat dan kerapkali membahayakan terhadap substansi yang biasanya tidak berbahaya

Sensitivitas adalah suatu reaksi yang terjadi setelah kontak berulang kali dengan antigen dimana seseorang telah mempunyai predisposisi mengalami sensitasi

TIPE SENSITIVITAS
1. Hipersensitifitas Anafilaksis (Tipe I) : terjadi setelah beberapa menit kontak dengan antigen, diperantarai Ig E yang melepaskan mediator efeknya terjadi di kulit, paru, GI. Misal anafilaksis, konjugtivitis, dermatitis, asma)
2. Hipersensitivitas Sititoksik (TIpe II) : terjadi bila sistem kekebalan tubuh keliru mengenali bagian tubuh yang normal sebagai benda asing, diperantarai Ig M dan Ig G, sehinga terjadi pengaktifan rantai komplemen dan destruksi sel yang menjadi tempat antigen terikat. Misal Miastenia Gravis
3. Hipersnsitivitas Komplek Imun (Tipe III) : terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihakan dari dalam sirkulasi darah lewatkerja fagosit. Efek adanya komplek imun adalah peningkatan permeabilitas vaskuler dan cidera jaringan. Misal Sistemik Lupus Eritematosus, artitris reumatoid, endokerditis bakterialis
4. Hipersensitivitas Tipe Lambat (TIpe IV) : terjadi 24 – 72 jam setelah kontak dengan alergen, diperantarai makrofag dan Sel T, dilepaskan limfokin yang mengakibatkan kerusakan jaringan berupa gatal. gatal. eritema dan lesi yang menonjol
PENGKAJIAN ALERGI
1. Keluhan Utama :
2. Keadaan sakit yang sekarang
3. Gejala alergik
a. Mata : Pruritus, perasaan terbakar, lakrimasi, pembengkakan, sekret
b. Telinga : Pruritus, rasa perih, berdenging
c. Hidung : Bersin, obstruksi, pruritus, bernafas lewat mulut, sekret yang purelen
d. Tenggorok : Sakit leher, pruritus palatum
e. Dada : Batuk, nyeri, mengi, sputum, dispneu
f. Kulit : Dermatirtis, eritema, urtikaria, eritema
4. Riwayat alergi dalam keluarga
5. Terapi atau tes alergik sebelumnya : Jenis obat yang menimbulkan elergi
6. Unsur fisik dan kebiasaaan : merokok, alkohol, panas, dingin, parfum, cat, debu hairspray
7. Kalau terjadi gejala : pada kondisi apa biasa terjadi, berapa sering
8. Keadaan apa yang menjadikan gejala lebih parah
9. Upaya yang biasa dilakukan untuk mengatasi gejal alergi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar