Rabu, 25 November 2009

KGD Jiwa

ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY PADA PASIEN DENGAN TENTAMEN SUICIDE
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan prilaku untuk mengakhiri hidupnya ( Stuaret dan Laraya, 1998 ). Selain itu adanya stigma masyarakat bahwa kecendrungan bunuh diri adalah karena keturunan ( kliat, 1993 ). Dimana individu tersebut oleh masyarakat sudah di cap dan tidak perlu ditolong. Penyebab prilaku bunuh diri pada individu gangguan jiwa karena stres yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah yang dihadapi ( kliat, 1993 ).
Penelitian black dan winakur ( 1990 ) bahwa lebih dari 90% tiap menit individu mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri ( stuaret dan layara, 1998 ) dan lebih dari 90% orang dewasa dengan gangguan jiwa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri ( stuaret dan layara, 1998). Sedangkan penelitian yang dilakukan westa ( 1996 ) bahwa percobaan bunuh diri di UGD RS Sanglah Bali pada individu gangguan jiwa adalah dewasa muda, wanita dan alat yang digunakan untuk usaha bunuh diri adalah zat pembasmi serangga. ( http:// members.tripod.com/Cyberpsy/p13.htm )
Dalam sejarah manusia yang panjang, tindakan bunuh diri dilatari motif yang amat beragam. Adolf Hitler dan kekasihnya, Eva von Braun, bunuh diri setelah Jerman kalah. Keduanya menelan racun maut yang mengantar mereka ke alam baka. Keluarga Hemingway mencuarkan fenomena lain tentang bunuh diri. Soalnya, bukan hanya sastrawan Ernest Hemingway yang bertindak demikian di dalam keluarga terkenal itu. Kakek dan pamannya melakukan hal yang sama. Tahun 1996 Margaux Hemingway, supermodel yang rupawan, memperpanjang deret bunuh diri di dalam keluarga itu. Margaux bunuh diri, meneruskan apa yang telah dilakukan keluarganya.
Semua perilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Dalampengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada metoda letalitas yang dilakukan atau digunakan. Walaupun semua ancaman dan percobaan bunuh diri harus ditanggapi secara serius, perhatian yang lebih waspada dan seksama menjadi indikasi jika seseorang mencoba bunuh diri dengan cara yang paling mematikan seperti pistol, menggantung diri, atau loncat. Cara yang kurang mematikan seperti karbon mono oksida dan minum obat dalam jumlah berlebihan, yang memberikan waktu untuk mendapatkan bantuan saat bunuh diri telah dilakukan. Manusia tidak hanya memiliki insting untuk hidup, tetapi juga insting untuk mati. Keduanya muncul tergantung keadaan yang melingkupi jiwa manusia. Ketika kebahagiaan dan kesenangan menguasai, insting hidup manusialah yang muncul. Namun ketika hidup hanyalah kesusahan yang penuh keputusasaan, keinginan untuk segera mati pun akan segera muncul.
Kasus bunuh diri di Indonesia, menurut Kristi, lebih banyak dipicu oleh kondisi lingkungan makro yang buruk atau situasi kehidupan bernegara yang kacau-balau. Keadaan ini menyebabkan orang frustrasi dan putus harapan karena merasa tidak memiliki masa depan hidup di Indonesia. Dalam situasi tersebut, seseorang cenderung menjadi orang yang kecil hati dan cepat menyerah menghadapi realitas hidup. Realitas sosial di Indonesia membuat hidup kita tidak nyaman karena begitu dahsyatnya ketidakadilan.
Ada yang berpendapat dalam beberapa hal dan dalam ukuran yang sangat umum, bunuh diri kerap merupakan refleksi dari kerawanan psikologi sosial. Ada individu yang tak mampu menahan tekanan sosial ekonomi yang demikian dahsyat. Mereka mudah tersinggung dan bisa merasa hancur hanya karena masalah yang bagi pandangan umum "kecil" atau "sepele". Seseorang mengambil keputusan bunuh diri hanya karena kakaknya mengganti saluran televisi. Seseorang memutuskan bunuh diri hanya karena uang sekolahnya kurang Rp 1.500 dari semestinya.
Untuk warga yang berdiam di kota-kota besar, sebutlah Jakarta, yang kerap menjadi ukuran keberhasilan adalah sukses dalam hal-hal tertentu. Ukuran sukses kemudian adalah kaya, menjadi pejabat, atau terkenal. Lalu, lahir semacam pandangan sempit bahwa mereka yang tidak mampu, yang gagal dan lemah, seolah tak mempunyai hak hidup. Maka, jalan paling pendek mengakhiri hidup yang dianggap sia-sia itu adalah bunuh diri.
Masyarakat boleh jadi menyesalkan dan bahkan menghakimi pelaku bunuh diri itu. Mungkin tidak banyak di antara kita yang berpikir bahwa tindakan bunuh diri bisa menjadi akumulasi dari banyak hal. Dan, urusan yang kelihatan sepele, misalnya uang Rp 1.500 dan mengganti saluran televisi, hanya merupakan pemicu. Mungkin pula tidak banyak di antara kita yang mau tahu atau mau peduli pada orang-orang yang kerap tampak putus asa, frustrasi, dan bermuram durja. Di kota sebesar Jakarta, berapa banyak orang yang bersedia menyapa orang-orang yang tengah dibelit kesulitan hidup, berapa banyak warga yang bersedia dengan sabar mendengarkan keluh kesah mereka?
Psikolog Sartono Mukadis melihat tindakan bunuh diri dengan perspektif lain. Ia mengatakan, banyak teori tentang mengapa orang nekat bunuh diri. Ada bunuh diri absurditas, bunuh diri eksistensialis, bunuh diri patologis, bahkan bunuh diri berlandaskan romantisme dan heroisme. Namun, itu hanya teori sebab sampai sekarang pun bunuh diri tetap misteri dan penjelasannya pun kasus per kasus.
Begitu pun bagi Sartono, bunuh diri adalah hal yang luar biasa. Bayangkan, orang mengakhiri hidup dengan kesadaran penuh, bahkan ada yang didasari pertimbangan bahwa dia akan memperoleh sesuatu yang belum pernah ia dapat seumur hidupnya. Yakni, bahwa setelah mati, ia akan ditangisi dan dihormati. "Luar biasa sebab dia bisa berwenang menghentikan hidupnya sendiri," kata Sartono. "Saya belum melihat ini pada hewan, tetapi jelas tidak terjadi pada tumbuhan."
Pengamat masalah perkotaan Darmaningtyas menyarankan, negara seharusnya memfasilitasi relasi sosial yang lebih sehat dalam masyarakat. Relasi sosial yang sehat mensyaratkan terpenuhinya kebutuhan dasar, termasuk pendidikan dasar dan kesehatan. Selain itu, dibutuhkan lingkungan fisik dengan ruang-ruang publik yang memungkinkan orang berinteraksi secara normal.
Darmaningtyas meneliti bunuh diri di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai skripsi di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada tahun 1990. Ia kemudian menerbitkannya sebagai buku Pulung Gantung: Menyingkap Tragedi Bunuh Diri di Gunung Kidul Tahun 2002 yang menjelaskan yang terjadi di lingkungan permukiman padat dan kumuh adalah reproduksi kemiskinan ekonomi dan sosial. Masyarakat pada kalangan ini terisolasi dari informasi dan termarjinalkan secara ekonomi dan sosial. Masalah kian berat karena mereka harus memikul beban sendiri di tengah ketakpedulian lingkungan dan ketakpekaan negara.
Psikolog Drajat S Soemitro melihat dalam kehidupan perkotaan, masyarakat makin individualis. Hubungan interpersonal semakin fungsional. Akibatnya, tekanan isolasi dan keterasingan kian kuat, orang makin mudah kesepian di tengah keramaian.
Pandangan lain berasal dari "Bapak Sosiologi" Emile Durkheim. Dalam karyanya yang terkenal, Suicide (1897), Durkheim menyebutkan, masyarakat dalam tiap momen sejarah mempunyai kecenderungan yang definit untuk bunuh diri. Ia membagi fenomena bunuh diri atas tiga faktor. Pertama, faktor keegoisan yang menemukan aktualitasnya pada bunuh diri yang memantulkan putus asa pribadi. Kedua, faktor altruistik: seseorang bunuh diri karena hendak mempertahankan martabat atau nilai-nilai tinggi di masyarakat. Ketiga, faktor anonim atau faktor yang bukan karena aspek keegoisan maupun faktor altruistik.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapakan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan kegawat daruratan pada pasien dengan tentamen suicide
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinik dan patofisiologi dari tentamen suicide
b. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan tentamen suicide.



BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Tentamen suicide adalah suatu tindakan untuk mencoba mengakhiri hidupnya sendiri. (http:/www.sheppard86.blogspot.com)
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993)
Sigmund Freud melalui psikoanalisisnya memberikan definisi singkat terhadap bunuh diri sebagai tindakan agresi terhadap diri sendiri karena dorongan agresi keluar terhambat oleh tindakan orang-orang terdekat atau lingkungan sekitar pelaku bunuh diri.
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998).
Bunuh diri adalah setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat menimbulkan kematian.(stuart and sunden, 1995)
Bunuh diri merupakan tindakan untuk mengambil hidupnya sendiri. ( Dorland, 2002)
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993).

B. ETIOLOGI
Menurut mustika slide.com bunuh diri dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain :
a. Kegagalan untuk beradaptasi sehingga tidak dapat untuk menghadapi stress
b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal untuk melakukan hubungan yang berarti.
c. Perasaan marah atau bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman bagi diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
e. Tangisan minta tolong.
f. Dipermalukan didepan umum.
g. Kehilangan pekerjaan.

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari bunuh diri dapat dilihat dari perilaku di bawah ini, antara lain :
a) Keputusasaan
b) Celaan terhadap diri sendiri
c) Perasaan gagal dan tidak berharga
d) Alam perasaan depresi
e) Agitasi dan gelisah
f) Insomnia yang menetap
g) Penurunan berat badan
h) Berbicara lamban
i) Keletihan
j) Menarik diri dari lingkungan social.
k) Pernah melakukan percobaan bunuh diri.
l) Memberikan pernyataan ingin mati.
m) Perubahan perilaku secara mendadak, mudah marah, sifat tidak menentu.
n) Tidak memerdulikan penampilan.

 Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi tiga kategori :
a. Ancaman bunuh diri
Peringatan verbal dan non verbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan lama lagi berada disekitar kita atau mungkin akan mengkomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya. Pesan – pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian. Kurangnya respons positif dapat ditafsir sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan atau diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar – benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda – tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

D. PATOFISIOLOGI

Orang yang siap bunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik, dan mempunyai alat untuk melakukannya.
Metode bunuh diri sangatlah beragam antara lain :
a. Self poisoning ( meracuni diri sendiri biasanya memakai obat serangga/ insektisida)
Ada dua macam insektisida yang paling banyak digunakan untuk bunuh diri adalah:
1. insektisida hidrokarbo khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon)
2. insektisida fosfat organic (IFO = organo phosphate insecticide).
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat - sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini menembus kulit yang normal (intact), juga dapat diserap di paru dan saluran makanan, namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.
Macam – macam IFO adalah Malathion (Tolly), Paraathion, Diazinon, Basudin, Paraoxon dan lain – lain. IFO sebenarnya dibagi 2 macam yaitu IFO murni dan golongan carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah baygon.
b. Gantung diri
c. Membakar diri
d. Menceburkan diri
e. Menabrakkan diri ke jalan
f. Memotong urat nadi

E. Pemeriksaan diagnostic
Self Poisoning ( meracuni diri sendiri, keracunan)
Pemeriksaan lab :
 Analitik darah
 Urin
 Muntahan
 Pemeriksaan .
o Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagosis keracunan IFO (Organo Phospat Inseksitisida) akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal).
Keracunan akut : ringan : 40 – 70 %
sedang : 20 – 40 %
berat : < 20 %.
o Patologi Anatomi (PA)
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ – organ lain.



F. Penatalaksanaan Medis
Pengkajian
Penilaian klinis keracunan merupakan hal utama pada permulaan keracunan yaitu : Penilaian kesadaran dan respirasi. Kesadaran merupakan salah satu petunjuk penting untuk mengukur berat ringannya keracunan, tingkat kesadaran dalam toksikologi dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :
• Tingkat I : Pasien ngantuk tapi mudah diajak bicara
• Tingkat II : Penderita dalam keadaan spoor, dapat dibangunkan dengan rangsangan minimal misalnya dengan bicara keras – keras atau menggoyangkan lengan.
• Tingkat III: Penderita dalam keadaan soporkoma, hanya dapat nereksi dengan rangsangan maksimal, yaitu dengan menggososk sternum dengan kepalan tangan .
• Tingkat IV: Penderita dalam keadaan koma, Tidak ada reaksi sedikitpun walaupun dengan ransangan maksimal.
Pada dasarnya tindakan utama yang harus dilakukan adalah melakukan ABC ( airway, breathing, circulation) bukan mencari penyebab keracunan, yang dimaksudkan disini adalah hal utama yang harus dilakukan adalah stabilisasi pasien, lakukan priorotas masalah, dan lakukan tindakan yang sesuai.
Menurut ilmu kedokteran.net penanganan pada pasien dengan keracunan adalah :
 Airway
• Perhatikan dan tangani jalan nafas.
 Breathing
• Perhatikan pola nafas
 Circulation
• Kaji, tetapkan, dan tangani status asam basa dan elektrolit.
• Perhatikan perdarahan dan control perdarahan jika ada.
• Perhatikan status jantung ( denyut nadi, suara,aliran)




Pemeriksaan singkat dengan penekanan pada wilayah – wilayah yang mungkin memberi petunjuk kearah diagnosis toksikologi, meliputi :
• Tanda – tanda vital
Evaluasi yang teliti terhadap tanda – tanda vital yang meiputi tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, dan tingkat kesadaran.
• Mata
Mata merupakan sumber informasi yang penting untuk toksikologis, karena beberapa kasus tosikologis menyebabkan perubahan pada mata. Tetapi tidak menentukan prognosis keracunan, gejala ini tidak bisa dijadikan pegangan.
• Mulut
Mulut mungkin menunjukkan tanda – tanda terbakar yang disebabkan oleh unsur korosif atau mungkin menunjukkan bekas tertentu yang menjadi ciri khas dari suatu bahan toksik.
• Kulit
Kulit sering menunjukkan adanya kemerahan atau keluar keringat yang berlebihan.
• Abdomen
Perubahan bising usus biasanya menyertai perubahan tingkat kesadaran. Pada kesadaran tingkat III biasanya bising usus negatif, dan pada tingkat IV selalu negative, sehingga pemeriksaan ini bisa dipakai untuk mencocokkan tinkat kesadaran.

Penatalaksanaan
1. Resusitasi
Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernapasan dan nadi. Infus dextrose 5 % kecepatan 15 – 20 tts/mnt, napas buatan + oksigen, hisap lendir dalam saluran napas, hindari obat – obat depresan saluran napas, kalau perlu respirator pada kegagalan napas berat. Hindar pernapasan buatan dari mulut ke mulut sebab racun organofosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernapasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.
2. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 –30 ml. Dapat diulan setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksans bila diduga racun telah sampai di usus halus dan tebal.
Kumbah lambung (KL atau gastric lavage), pada penderita yang kesadaran yang menurun, atau pada mereka yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang daari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan KL sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pneumonia.
3. Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi AKh pada tempat penumpukan.
a. Mula –mula diberikan bolus iv 1 – 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit sampai timbul gejala – gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris, dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit, selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan 12 jam
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 X 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernapasan akut yang sering fatal.
Setelah kondisi pasien stabil lakukan pemerikasaan anamnesis dan pemeriksaan fisik lanjutan dan bila perlu lakukan pemeriksaan laboratorium.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian.
Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,keadaan status jantung,status kesadaran.
Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,bahan racun yang digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.

b. Masalah keperawatan. Yang mungkin timbul adalah :
1. Tidak efektifnya pola nafas
2. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh.
3. Gangguan kesadaran
4. Resiko tinggi cidera

c. Intervensi.
1. Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yan meliputi resusitasi, : Airway, breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah lambung,emesis, atau katarsis dan kerammas rambut.
2. Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu pemberian SA.
3. Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak samapi demam atau mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.Monitir vital sign setiap 15 menit untuk beberapa jam dan laporkan perubahan segera kepada dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.

4. Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa diperlukan.
5. Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan safety precautions . Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian,reaksi depresi,psikosis .neurosis, mental retardasi dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Captain, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume
6(3), May/June 2008, p 46–53
Carpenito, LJ (2008). Nursing diagnosis : Aplication to clinical practice, Mosby St Louis
http:/www.sheppard86.blogspot.com
Kaplan and Saddock (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry, Mosby, St Louis.
Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed.
Elsevier Mosby, Philadelphia
Shives, R (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing, Mosby,
St Louis.
Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company,
Philadelphia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar