Rabu, 16 Desember 2009

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar belakang
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya karena perdarahan menduduki tempat yang penting khususnya dinegara-negara yang belum maju, dimana masih terdapat banyak kekurangan – kekurangan dalam organisasi dan penyediaan fasilitas untuk pengawasan antenatal dan pertolongan persalinan perdarahan
Perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus. Pada kehamilan muda sebab-sebab perdarahan adalah abortus, kehamilan, mola hydatidosa. Dan pada triwulan terakhir sebab – sebab utama adalah plasenta solusio plasenta.
Kita harus ingat juga bahwa perdarahan dalam kehamilan selain oleh sebab-sebab tersebut diatas juga dapat ditimbulkan oleh luka-luka pada-pada jalan lahir karena terjatuh, karena coitus atau varices yang pecah dan oleh kelainan cervik seperti carcinoms.

B. Tujuan
1. Mengetahui definisi perdarahan anterpartum dan klasifikasinya, yaitu plasenta previa dan plasenta solusio plasenta
2. Mengetahui etiologi dari klasifikasi perdarahan akhir kehamilam
3. Mengetahui patofisiologi dari klasifikasi perdarahan akhir kehamilan
4. Mengetahui manifestasi klinis dari klasifikasi perdarahan akhir kehamilan
5. Mengetahui penatalaksanaan dari klasifikasi perdarahan akhir kehamilan



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Perdarahan anterpartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 22 minggu.(Hanifa Wiknjosastro)
Perdarahan anterpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu, Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu. (Rustam Mochtar)
Perdarahan anterpartum ialah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 20 minggu.(Arif Mansjoer)

B. KLASIFIKASI KLINIS
Menurut penyebab dibagi atas :
1 Kelainan pada plasenta
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
c. Plasenta letak rendah
d. Robekan sinus marginalis
e. Vasa previa
2 Kelainan pada vagina
a. Varises vulva yang pecah
b. Trauma
c. Karsinoma porsionis uteri
d. Erosio portionis uteri
e. Polipus servisis uteri
3 Perdarahan yang belum jelas sumbernya
Diantara sekian banyak penyebab plasenta previa dan solusio plasenta merupakan penyebab yang paling banyak
C. FREKUENSI
Frekuensi perdarahan anterpartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Dirumah sakit Dr.Cipto Mangunkusumo (1971-1975), terjadi 2114 kasus perdarahan anterpartum diantara 14824 persalinan, atau kira-kira 14%. RS Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan

























PLASENTA PREVIA

A. DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.(Wiknjosastro, H)
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.(Prawiroharjo, sarwono)
Plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum. kejadian plasenta previa sekitar 0,3 % sampai 0,6 % dari persalinan sedangkan di rumah sakit lebih tinggi, karena menerima rujukan dari luar.
Menurut data yang lain ada 4 macam klasifikasi dari plasenta previa :
1. Plasenta previa totalis : jika seluruh pembukaan jalan lahir tertutup jaringan plasenta.
2. Plasenta previa parsialis : jika sebagian pembukaan jalan lahir tertutup jaringan plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : jika tepi plasenta berada tepat pada tepi pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta letak rendah: Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir, pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

B. ETIOLOGI
Etiologi untuk plasenta previa belum jelas. Diperkirakan karena adanya distribusi vaskularisasi uterus atau atrofi desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah selalu benar karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapat dari sebagiaan besar pada penderita dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa apa bila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaanya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Menurut Kloosterman (1973) frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira – kira 10 kali lebih sering dibanding dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun, pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira – kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande multipara yang berumur kurang dari 25 tahun.

C. PATOFISIOLOGI
Perdarahan anterpartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus telah berbentuk dan mulai melebar dan menipis. Umumnya terjadi pada trisemester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarakan karena ketidakmampuan serabut segmen bawah uterus untuk berkontraksi.

D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama dari plasenta previa adalah perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri. Perdarahan pertama biasanya tadak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya. Walaupun perdarahan sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen – segmen uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segman – segmen uterus akan lebih melebar lagi dan servik mulai membuka.Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan, Darah berwarna merah segar ,sumber perdarahan adalah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus margainalis dari plasenta.
Turunnya bagian terbawah janin kedalam pintu atas panggul akan terhalang karena adanya plasenta dibagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan didapat belum masuk ke dalam pintu atas panggul yang mungkin karena plasenta previa sentralis, mengolak kesamping karena plasenta previa parsialis, menonjol ke atas simfisis karena plasenta previa poeterior, atau bagiaan terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta telah lahir, perdarahan postpartum sering sekali terjadi karena kekurang mampuan serabut – serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dari bekas insersio plasenta, atau karena perlukaan servik dan segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah besar yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung pervaginam.

E. PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar penanganan
Setiap ibu dengan perdarahan anterpartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan tranfusi darah dan operasi.
Perdarahan tidak akan membahayakan ibu atau janinnya (yang masih hidup), dan kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan persalinannya belum mulai , dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup diluar kandungan lebih baik.
Perdarahan akan membahayakan ibu atau janinnya atau kehamilannya telah cukup 36 minggu, taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram atau persalinan telah mulai maka penanganan pasif harus ditinggalkan
Prinsip penanganan plasenta previa ada 2 golongan :
1 Penanganan pasif
a. Penanganan pasif beberapa kasus plasenta previa yang janinya masih premature dan perdarahannya tidak berbahaya sehingga tidak diperlukan pengakhiran kehamilan
b. Penderita harus dirawat di rumah sakit sejak perdarahan pertama
c. Transfuse darah dan operasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan
2. Penanganan aktif
a. Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio caesaria
b. Perdarahan banyak dan berulang merupakan indikasi mutlak seksio caesaria
c. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung untuk secsio caesaria
d. Multigraviada dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi apabila ternyata pecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul kemudian maka seksio saesaria harus dilakukan.
e. Seksio saesaria pada multigravida yang telah mempunyai anak hidup cukup banyak dapat dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerktomi untuk menghindari perdarahan postpartum.

a. Persalinan pervaginam
Pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih untuk melangsungkan persalinan pervaginan karena
1. Bagian terbawah janin akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah
2. bagian plasenta yang berdarah ini dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus lebih lanjut dapat dihindarkan
b. Seksio sesarea
1. Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan
2. Tujuan seksio sesarea
a. Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkonstraksi dan menghentikan perdarahan
b. Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin dilahiran pervaginaan
3. Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri
4. Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu
5. Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan masuk-keluar.


SOLUSIO PLASENTA

A. DEFINISI
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implatansinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. (Prawirohardjo S)
Solusio plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak.
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan trimester tiga.

B. ETIOLOGI
Sebab primer solusio plasenta belum jelas, tapi diduga bawah hal-hal yang tersbut dibawah dapat penyebabnya :
1. hypertensi essentials atau preeklampsi
2. tali pusat yang pendek
3. trauma
4. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. uterus yang sangat kecil (hydramnion, gemelli)
Disamping itu ada pengaruh dari :
1. umur lanjut
2. multiparitas
3. defisiensi ac. Folat
solusio plasenta dimulai dengan perdarahan dalam deciduas basalis, terjadilah haematom dalam deciduas yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya. Haematom ini makin lama makin besar, hingga makin lama makin besar bagian plasenta yang lepas dan tidak berfungsi.
Akhirnya haematom mencapai pinggir plasenta dan mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim


C. PATOFISIOLOGI
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematom pada deciduas, sehingga palsenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menurus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematom retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus cauvelarie, menurut orang yang pertama kali menemukannya. Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan myometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alattubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis cortex ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solitio plasenta sampai persalinan selesai, makin hebat umumnya komplikasinya.

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1. Solusio plasenta ringan: perdarahan kurang dari 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 120 mg%.
Solusio plasenta ringan, perdarahan pervagina yang berwarna kehitam hitaman dan sedikit sekali yang berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar, perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang, bagian-bagian janin masih muda teraba.
2. Solusio plasenta sedang : perdarahan lebih dari 200cc, uterus tegang, terdapat tanda perenjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen 120-150 mg%, sakit perut yang terus menerus kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam, perdarahan telah mencapai 1000ml, terjadi syok, dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Apabila janin masih hidup denjut jantung sukar didengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic.
3. Solusio plasenta berat : uterus tegang dan konstraksi kuat terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya, terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.




E. PENATALAKSANAAN
Terapi Spesifik
Terhadap komplikasi:
1. Atasi syok
a. Infuse larutan NS/RL untuk restorasi cairan, berikan 500 ml dalam 15 menit pertama dan 2 L dalam 2 jam pertama
b. Berikan transfusi dengan darah segar untuk memperbaiki factor pembekuan akibat koagulopati
2. Tatalaksana oliguria atau nekrosis tubuler akut
Tindakan restorasi cairan, dapat memperbaiki hemodinamika dan mempertahankan fungsi ekskresi sistema urinaria. Tetapi apabila syok terjadi secara cepat dan telah berlangsung lama (sebelum dirawat), umumnya akan terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan oliguria (produksi urin < 30 ml/jam). Pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi anuria yang mengarah pada nekrosis tubulus renalis. Setelah restorasi cairan, lakukan tindakan untuk mengatasi gangguan tersebut dengan:
a. Furosemida 40 mg dalam 1 l kristaloid dengan 40-60 tetesan permenit
b. Bila belum berhasil, gunakan manitol 500 ml dengan 40 tetesan per menit
3. Atasi hipofibrinogenemia
a. Restorasi cairan/darah sesegera mungkin dapat menghindarkan terjadinya koagulopati
b. Lakukan uji buku darah (bedside coagulation test) untuk menilai fungsi pembekuan darah (penilaian tak langsung kadar ambang fibrinogen)
c. Bila darah segar tidak dapat segera diberikan, berikan plasma beku segar (15 ml/kgBB )
d. Bila plasma beku segar tidak tersedia, berikan kriopresipitat fibrinogen
e. Pemberian fibrinogen, dapat memperberat terjadinya koagulasi diseminata intravaskuler yang berlanjut dengan pengendapan fibrin, pembendungan mikrosirkulasi di dalam organ-organ vital, seperti ginjal, glandula adrenalis,hipofisis dan otak
f. Bila perdarahan masih berlangsung (koagulopati) dan trombosit di bawah 20.000 berikan konsentrat trombosit
4. Atasi anemia
a. Darah segar merupakan bahan terpilih untuk mengatasi anemia karena di samping mengandung butir-butir darah, juga mengandung unsur pembekuan darah
b. Bila restorasi cairan telah tercapai dengan baik tetapi pasien masih dalam kondisi anemia berat, berikan packed cell

Tindakan obtetrik
Persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam, umumnya dapat pervaginam
1. Seksio sesarea
a. Seksio sesarea dilakukan pabila:
- Janin hidup dan pembukaan belum lengkap
- Janin hidup, gawat janin tetapi persalinan pervaginam tidak dapat dilaksanakan dengan segera
- Janin mati tetapi kondisi serviks tidak memungkinkan persalinan pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat
b. Persiapkan untuk seksio sesarea, cukup dilakukan penanggulangan awal (stabilisasi dan tatalaksana komplikasi) dan segera lahirkan bayi karena operasi merupakan sati-satunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan
c. Hematoma miometrium tidak mengganggu kontraksi uterus
d. Observasi ketat kemungkinan perdarahan ulangan (koagulopati)
2. Partus pervaginam
a. Partus pervaginam dilakukan apabila:
- Janin hidup, gawat janin, pembukaan lengkap dan bagian terendah da dasar panggul
- Janin telah meninggal dan pembukaan serviks > 2 cm
b. Pada kasus pertama, amniotomi (bila ketuban belum pecah) kemudian percepat kala II dengan ekstraksi forseps (atau vakum)
c. Untuk kasus kedua, lakukan amniotomi (bila ketuban belum pecah) kemudian akselerasi dengan 5 unit oksitosin dalam dekstrose 5% atau RL, tetesan siatur sesuai dengan kondisi kontraksi uterus
d. Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah akan membaik dalam waktu 24 jam, kecuali bila jumlah trombosit sangat rendah (perbaikan baru terjadi dalam 2-4 hari kemudian)

F. KOMPLIKASI
Penyakit solusio plasenta dikemukakan sebagai berikut:
1. Penyulit (komplikasi) ibu
a. Perdarahan dapat menimbulkan:
- Variasi turunnya tekanan darah sampai keadaan syok
- Perdarahan tidak sesuai dengan keadaan penderita anemis sampai syok
- Keadaan bervariasi dari baik sampai koma
b. Gangguan pembekuan darah
- Masuknya tromboplastin kedalam sirkulasi darah menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan disertai himolisis
- Terjadi penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat mengganggu pembekuan darah
c. Oliguri
Terdapatnya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan produksi urin makin berkurang
d. Perdarahan post partum
- Pada solusio sedang sampai berat terjadi infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena atonia uteri
- Kegagalan pembekuan darah menambah beratnya perdarahan

2. Penyulit pada rahim
Perdarahan yang tertimbun dibelakang plasenta menggu sirkulasi dan nutrisi kearah janin sehingga dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai berat dan kematian dalam rahim. Rintangan kejadian asfiksia sampai kematian janin dalam rahim tergantung pada seberapa bagian plasenta telah lepas dari implantasinya di fundus uteri.
PERBEDAAN PLASENTA PREVIA DAN SOLUSIO PLASENTA

PLASENTA PREVIA SOLUSIO PLASENTA
Perdarahan tanpa nyeri dengan usia Perdarahan dengan nyeri intermiten gestasi di atas 22 minggu atau menetap
Darah segar (warna merah segar) atau kehitaman dengan bekuan Warna darah kehitaman dan cair tetapi mungkin terdapat bekuan bila solusio relatif baru
Perdarahan dapat terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas fisik, kontraksi Braxton Hicks, trauma atau koitus Bila ostium terbuka, terjadi perdarahan dengan warna merah segar
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marlynn E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sastrawinata, Sulaiman.1984. Obsetri Patologi. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
www.Google.com
















ASUHAN KEPERAWATAN PERDARAHAN AKHIR
KEHAMILAN

I. PLASENTA PREVIA
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu
b. Sifat perdarahan
• Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
• Tanpa sebab yang jelas
• Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyakit pada ibu maupun janin dalam rahim
2. Inspeksi dijumpai
a. Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam : banyak, sedikit, darah beku
b. Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat atau anemis
3. Pemeriksaan fisik ibu
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
• Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
• Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkatan
• Daerah ujung menjadi dingin
• Tanpa anemis
4. Pemeriksaan khusus kebidanan
a. Pemeriksaan palpasi abdomen
• Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur hamil
• Karena plasenta disegmen bawah rahim, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian masih tinggi
b. Pemeriksaan denyut jantung janin
• Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim
c. Pemeriksaan dalam
Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam :
• Pasang infus dan persiapan donor darah
• Kalau dapat, pemeriksaan dilakukan dikamar bedah dimana fasilitas operasi segera telah tersedia
• Pemeriksaan dilakukan secara hati-hati dan secara lembut
• Jangan langsung masuk dalam kanalis servik kalis tetapi raba dulu dan talan antara jari kepala janin pada forniks (anterior dan posterior)
• Bila ada darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan-pelan
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera untuk mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk:
• Menegakkan diagnosis pasti
• Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau hanya memecahkanketuban
Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar osteum uteri internum.

Pemeriksaan Dalam Meja Operasi
• Jika USG tidak tersedia dan usia kehamilan  37 minggu, diagnosis definitive plasenta previa dilakukan dengan melakukan PDMO (pemeriksaan dalam dimeja operasi) dengan cara melakukan perabaan plasenta secara langsung melalui pembukaan serviks, untuk tindakan ini diperlukan :
 Infus terpasang tersedia darah
 Dilakukan diruang operasi dengan team operasi yang tekah siap
 Periksa serviks dengan menggunakan speculum yamg telah didisinfeksi tingkat tinggi
• Jika telah terjadi pembukaan serviks dan tampak jaringan plasenta diagnosis pasti plasenta previa, rencanakan terminasi persalinan yaitu :
 Janin matur
 Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensevali)
 Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanapa memandang maturitas janin
• Jika telah terjadi pembukaan serviks dan tampak jaringan plasenta, diagnosis pasti plasenta previa, rencanakan terminasi persalinan
• Jika belum ada pembukaan serviks :
 Teraba jaringan lunak forniks, diagnosis sebagai plasenta previa dan rencanakan terminasi persalinan.
 Teraba kepala janin yang keras, singkirkan diagnosis plasenta previa dan lanjutkan persalinan dengan induksi.
Induksi persalinan : keberhasilan induksi persalianan bergantung pada skor pelvis. Jika skor lebih dari 6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Jika kurang dari 5, matangkan serviks terlebih dahulu dengan protaglanding atau kateter Foley.
• Jika masih terdapat keraguan diagnosis lakukan pemeriksaan digital dengan hati-hati :

 Jika teraba jaringan lunak pada serviks, diagnosis sebagai plasenta previa dan rencanakan terminasi lanjutan
 Jika teraba selanput dan bagian janin didaerah tengah dan tepi, singkirkan diagnosis plasenta previa dan lanjutkan kepersalinan dengan induksi.
CATATAN :tindakan ini tidak dianjurkan pada kondisi perdarahan banyak dan ibu dengan anemia berat.
d. Pemeriksaan penunjang :
• Pemeriksaan ultrasonografi
• Mengurangi pemeriksaan dalam
• Menegakkan diagnosa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar