Rabu, 16 Desember 2009

PERSALINAN PRETERM

World Health Organization :
Liveborn infants delivered before 37 weeks from the first day of the last menstrual period are termed premature.

Istilah

Mula-mula, istilah prematur diberikan untuk bayi dengan berat lahir 2500 g atau kurang.
Tetapi sekarang bayi demikian disebut sebagai bayi dengan "berat badan lahir rendah" (low birthweight infants / LBW).
Jika disertai dengan masa gestasi yang kurang dari 37 minggu, baru bayi tersebut disebut sebagai prematur.
Jika disertai dengan ketidaksesuaian berat badan terhadap usia gestasinya, misalnya akibat hambatan pertumbuhan intrauterin (intrauterine growth retardation / IUGR), bayi tersebut disebut sebagai "kecil untuk masa kehamilannya" (small for gestational age / SGA).

Prematuritas dan IUGR berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas perinatal yang lebih tinggi.

Etiologi PASTI dari persalinan preterm seringkali tidak diketahui.
Yang diketahui / ditemukan adalah kondisi-kondisi yang menyebabkan terpaksa dilakukan tindakan sehingga terjadi persalinan preterm.

Faktor risiko gangguan pertumbuhan intrauterin dan persalinan preterm (tabel)

Perkembangan terakhir
ditemukan hubungan antara kadar CRH (corticotropin releasing hormone) yang tinggi pada masa kehamilan dengan terjadinya persalinan preterm.
Sedang diteliti kemungkinan untuk mendeteksi dini kemungkinan lamanya kehamilan berdasarkan penemuan ini.
Hipotesis :
1. kadar CRH di atas normal : kehamilan akan berakhir preterm.
2. kadar CRH dalam batas normal : kehamilan akan berakhir pada usia aterm.
3. kadar CRH di bawah normal : kehamilan akan berlangsung lebih lama dan berakhir lewat waktu / postterm.
Pencegahan

Prinsip usaha pencegahan partus prematurus (= usaha mempertahankan kehamilan sedapat mungkin sampai usia kehamilan aterm) :
1. edukasi pasien untuk pemeriksaan dan perawatan antenatal yang baik dan teratur
2. menjelaskan faktor-faktor risiko kehamilan dan persalinan
3. menjelaskan tanda / gejala yang merupakan pertanda bahaya yang HARUS diketahui pasien, supaya pasien dapat langsung mencari pertolongan ke rumah sakit (kontraksi / mules, keluar cairan / lendir / darah, demam, pusing, dan sebagainya)
4. BILA terjadi tanda-tanda tersebut, dilakukan penatalaksa-naan medik untuk berusaha mempertahankan kehamilan sedapat mungkin
5. BILA ditemukan tanda yang tidak memungkinkan untuk mempertahankan kehamilan lebih lama (misalnya, pembukaan serviks, ketuban pecah, gawat janin, infeksi) diusahakan untuk menciptakan kondisi yang seoptimal mungkin bagi ibu dan janin, kemudian dilakukan terminasi kehamilan.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medik kasus yang terjadi pada usia kehamilan belum cukup, dengan adanya risiko persalinan preterm:
1. Infeksi : ditatalaksana dengan antibiotika spektrum luas dosis tinggi (lihat kuliah infeksi intrapartum). Demam / hiperpireksia ibu yang mungkin terjadi juga harus diobati, karena keadaan hiperpireksia dapat berakibat buruk pada sirkulasi janin.
2. Kontraksi : kontraksi yang berisiko tinggi adalah kontraksi dengan frekuensi lebih dari 3-4 kali per jam. Dalam 48 jam menjelang partus, kontraksi akan meningkat (his) sampai 2-4 kali setiap 10 menit dengan intensitas yang makin kuat, makin lama dan makin sering. Pada kasus dengan kontraksi, dilakukan terapi tokolisis, dengan obat-obatan beta-agonis (misalnya salbutamol, terbutalin), sambil terus mengawasi keadaan ibu dan keadaan janin. Pengobatan diberikan dengan infus, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat oral bila pasien dipulangkan. Bila kontraksi hilang, pemberian tokolisis dapat dihentikan.
3. Pemicu pematangan paru janin : untuk akselerasi pematangan paru janin, diberikan preparat kortikosteroid (misalnya deksametason, betametason) yang akan menstimulasi produksi dan sekresi surfaktan di paru janin. Ideal diberikan minimal selama 2 x 24 jam.
Pertimbangan penatalaksanaan obstetri / perinatologi

Jika usaha mempertahankan kehamilan tampaknya tidak mungkin, dan terpaksa dipilih jalan terminasi kehamilan, ada beberapa pertanyaan yang dapat menjadi pertimbangan :
1. Berapa besar kemampuan klinik untuk menjaga kehidupan bayi preterm ?
2. Berapa besar peluang / kemungkinan hidup bayi dengan berat lahir dan usia gestasi tersebut ?
3. Bagaimana persalinan akan dilakukan ? Pervaginam atau perabdominam (sectio cesarea) ?
4. Komplikasi apa yang mungkin timbul ? Apakah alat / sarana / kemampuan yang ada memadai ?
5. Bagaimana pertimbangan dari pihak pasien / keluarga, tentang kemungkinan keadaan bayi yang kurang baik, konsekuensi perawatan bayi prematur yang lama dan berat, dan sebagainya ?
Penanganan obstetri / perinatologi

Risiko komplikasi trauma persalinan terbesar pada bayi prematur adalah terjadinya perdarahan periventrikular, yang dapat menyebabkan kematian.
Pertimbangan (FKUI) : perkiraan berat janin 1500-2000 g presentasi kepala dilahirkan dengan sectio cesarea. Untuk letak sungsang, sampai dengan perkiraan berat 2500 g dilahirkan dengan sectio cesarea.
Resusitasi dan perawatan intensif untuk neonatus harus dipersiapkan.

Setelah lahir, pemeriksaan untuk penilaian perkiraan usia gestasi bayi segera dilakukan (ada berbagai cara / kriteria : Dubowitz, Battaglia, Lubchenco - gambar)

baca juga kuliah :
- infeksi intrapartum dan ketuban pecah dini
- perinatologi
- resusitasi dan perawatan intensif neonatus
KETUBAN PECAH DINI PADA PERSALINAN PRETERM
Referat
Stase Obstetri II
dr. Juwita Elva A.
Pembimbing dan Moderator: dr. Saribin Hasibuan, SpOG
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS Dr. Sardjito Jogjakarta
ABSTRAK
Latar belakang: KPD merupakan penyebab morbiditas serta mortalitas yang penting baik maternal maupun perinatal, terutama yang terjadi pada kehamilan preterm yang menyebabkan kelahiran preterm dengan segala risikonya.
Tujuan penulisan: Mengetahui lebih dalam tentang etiologi, penyebab, patofisiologi, dan manajemen ketuban pecah dini pada kehamilan preterm.
Bahan dan cara: Studi kepustakaan.
Hasil: KPD yang tidak segera diikuti oleh persalinan mempunyai risiko untuk terjadinya infeksi sesuai lama terjadinya KPD tersebut. Infeksi tersebut dapat berupa korioamnionitis, endometritis, sepsis, dan infeksi neonatal. Risiko perinatal utama yang terjadi adalah imaturitas, termasuk respiratory distress syndrom, perdarahan intraventrikular, paten duktus arteriosus, dan necrotizing enterocolitis. Upaya untuk menghindari persalinan pada saat terjadi KPD dibagi menjadi dua bentuk yang penting: (1) nonintervensi atau penanganan menunggu, dimana tidak ada tindakan yang dilakukan dan hanya menunggu persalinan spontan, dan (2) intervensi, yang dapat mencakup terapi kortikosteroid yang diberikan dengan atau tanpa preparat tokolitik. Pemberian antibiotika pada kasus ini ditujukan untuk terapi maupun profilaksi terhadap infeksi.
Simpulan: Kasus KPD pada kehamilan preterm manajemen terutama ditujukan untuk memberi kesempatan pemberian kortikosteroid selama 48 jam untuk merangsang produksi surfaktan untuk pematangan paru, dan memberi kesempatan antibiotik mencapai aliran daarah uteroplasenta sebagai profilaksi risiko terjadinya infeksi.
Kata kunci: ketuban pecah dini, persalinan preterm, kehamilan.
PENDAHULUAN
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu ditandai dengan adanya kontraksi uterus secara teratur dan perubahan pada servik.
Umur kehamilan mencerminkan keadaan janin yang sedang tumbuh dan berkembang di dalam uterus. Insidensi kelahiran preterm di Inggris sekitar 7% sedangkan di banyak negara berkembang lebih tinggi. Pada bayi preterm fungsi mekanisme homeostatis belum berkembang baik maka dari itu sering terjadi respiratory distress syndrom, hipotermia, hipoglikemia, dan ikterik.

Pada keadaan normal selaput ketuban pecah dalam persalinan. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum terjadinya persalinan. KPD terjadi sekitar 2,7%-17% kehamilan dan pada kebanyakan kasus terjadi secara spontan. KPD merupakan masalah obstetrik, dan 30% terjadi pada kehamilan preterm.
Istilah ketuban pecah dini dipakai untuk menyatakan peristiwa pecahnya ketuban pada sembarang waktu sebelum terjadi persalinan, tanpa mempedulikan waktu kehamilan
KPD merupakan penyebab morbiditas serta mortalitas yang penting baik maternal maupun perinatal. Yang paling sering terjadi, ruptura tersebut berlangsung spontan dan dengan sebab-sebab yang tidak diketahui. Sayangnya, penyebab keadaan ini kadang-kadang bersifat iatrogenik.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Infeksi, biasanya korioamnionitis, merupakan salah satu penyebab kelahiran preterm. Mikroorganisme pada mukus servik secara asenden berkembang mencapai uterus menimbulkan reaksi inflamasi pada plasenta, selaput ketuban, dan desidua maternal. Reaksi inflamasi ini mengeluarkan sitokin seperti interleukin 1 dan interleukin 6 dari sel endothelial dan nekrosis tumor dari makrofag. Hal ini menstimulasi produksi prostaglandin yang akan menyebabkan pematangan servik dan kontraksi uterus. Mikroorganisme penyebab yang sering adalah streptokokus, mikoplasma, basili fusiform. Vaginosis bacterial (Gardnerella vaginalis) menimbulkan suasana pH 5,4 kemungkinan menurunkan efisiensi barier servik terhadap infeksi, yang selanjutnya dapat menginduksi terjadinya kelahiran preterm.
KPD terjadi karena adanya penurunan kekuatan selaput ketuban. Kekuatan membran berkurang karena efek enzim protease bakteri, yang merupakan hasil samping metabolisme bakteri.

FAKTOR RISIKO
Factor social ekonomi mempengaruhi insidensi kelahiran preterm. Kelahiran preterm secara bermakna terjadi pada wanita usia muda, berat badan rendah (body mass index <19), social ekonomi rendah, tidak kawin dan perokok. Beberapa factor medis meningkatkan risiko kelahiran preterm seperti, kelahiran preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam pada kehamilan awal, dan adanya penyakit jantung. Inkompetensi servik merupakan penyebab yang jarang pada kelahiran prematur. Kebanyakan penyebab KPD idiopatik, penyebab lain infeksi, hidramnion, servik inkompeten, abruptio plasenta, dan amniosintesis. Pada beberapa kasus KPD disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyebabkan kelemahan selaput ketuban dan kemudian pecah.

DIAGNOSA
Diagnosa persalinan preterm didasarkan pada adanya kontraksi uterus dan dilatasi servik sebelum umur kehamilan 37 minggu. Walaupun demikian dapat disalahartikan dengan kontraksi Braxton Hicks yang dapat muncul mulai umur kehamilan 24 minggu, dan dirasakan sakit oleh ibu, sehingga diagnosis persalinan preterm dapat salah.
Diagnosa KPD didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Dari anamnesa 90% sudah dapat mendiagnosa KPD secara benar. Pengeluaran urin dan cairan vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai KPD.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan KPD. Adanya genangan cairan di forniks posterior mendukung diagnosa ini. Untuk memastikan cairan tersebut merupakan cairan ketuban dilakukan tes dengan nitrasin, cairan ketuban akan mengubah kertas nitrasin menjadi biru karena pH cairan ketuban diatas 6,0-6,5. Pemeriksaan dengan kertas nitrasin dapat bersifat positif palsu dengan adanya kontaminasi darah, semen, dan vaginitis.

KOMPLIKASI
Biasanya pecahnya selaput ketuban segera diikuti oleh persalinan. 90% kehamilan aterm, dan 50% kehamilan preterm. Dalam 24 jam setelah selaput ketuban pecah segera diikuti oleh persalinan. KPD yang tidak segera diikuti oleh persalinan mempunyai risiko untuk terjadinya infeksi sesuai lama terjadinya KPD tersebut.

Infeksi tersebut dapat berupa korioamnionitis, endometritis, sepsis, dan infeksi neonatal. Risiko perinatal utama yang terjadi adalah imaturitas, termasuk respiratory distress syndrom, perdarahan intraventrikular, paten duktus arteriosus, dan necrotizing enterocolitis. Morbiditas perinatal yang terjadi lebih disebabkan karena umur kehamilan prematur dari pada lama ketuban pecah.
Amnionitis terjadi pada 0,5%-1% kehamilan, 3%-15% pada kehamilan aterm, dan 15%-23% terjadi pada kehamilan preterm. Adanya komplikasi amnionitis menyebabkan janin dalam keadaan risiko tinggi terjadinya sepsis. Janin preterm rentan terhadap infeksi. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi pada neonatus adalah streptokokus grup B.


PENATALAKSANAAN
Upaya untuk menghindari persalinan pada saat terjadi KPD dibagi menjadi dua bentuk yang penting: (1) nonintervensi atau penanganan menunggu, dimana tidak ada tindakan yang dilakukan dan hanya menunggu persalinan spontan, hal ini dilakukan pada kasus KPD yang non infeksi dengan biofisik skor yang abnormal (lihat skema) dan (2) intervensi, yang dapat mencakup terapi kortikosteroid yang diberikan dengan atau tanpa preparat tokolitik untuk menghentikan persalinan preterm sehingga kortikosteroid mendapatkan cukup waktu guna menginduksi maturitas pulmoner.
Penggunaan tokolisis pada kasus preterm dengan KPD masih kontroversial, sebab kontraksi yang terjadi mungkin disebabkan karena adanya korioamnionitis, dan penundaan kehamilan dapat memberi kesempatan untuk penyebaran infeksi. Tapi penggunaan tokolisis pada kasus ini mungkin ditujukan untuk memberi kesempatan antibiotik masuk ke dalam sirkulasi uteroplasenta dan memberi kesempatan terapi kortikosteroid untuk merangsang produksi surfaktan paru janin. Observasi tanda-tanda infeksi adalah dengan monitoring suhu ibu, pemeriksaan leukosit, dan CRP. Pemeriksaan vagina berulang harus dihindari karena dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
Penelitian secara meta-analisis terhadap penggunaan tokolisis menghasilkan penurunan kematian perinatal. Pemberian antenatal steroid yang dilakukan pada 24-48 jam sebelum kelahiran, dapat mengurangi insidensi dan keparahan respiratory distress dan kematian neonatal.

Frekuensi gawat pernapasan akan meningkat kalau bayi dilahirkan lebih dari 7 hari setelah terapi dengan kortikosteroid, dibanding bayi yang dilahirkan 1 hingga 7 hari setelah terapi itu selesai. Peningkatan kadar surfaktan setelah pemberian kortikosteroid bersifat sepintas, dan kadar surfaktan akan turun kembali kepada nilai sebelum terapi dalam waktu 8 hingga 10 hari. Karena itu, jika akan digunakan senyawa ini, terapi ulang harus dipertimbangkan kalau persalinan belum terjadi dalam waktu 7 hari sejak terapi pertama, dan bila risiko persalinan dini masih terdapat.
Pasien dengan KPD pada umur kehamilan 26-32 minggu harus dirawat di rumah sakit untuk istirahat total. Janin dimonitor setiap hari dengan NST. Pemeriksaan angka leukosit dan CRP diperiksa setiap hari untuk memonitor adanya infeksi. Medikamentosa yang diberikan bemetason 12 mg IM perhari dibagi dalam dua pemberian, dan ampisilin 1 gr IV per 6 jam. Terbutalin 2,5-5 mg oral tiap 6 jam, diberikan jika ada kontraksi uterus. Obat pilihan lain jika ibu tidak tahan terbutalin adalah nifedipin 10 mg oral setiap 4-6 jam. Janin harus segera dilahirkan jika ada tanda-tanda infeksi, atau ada tanda-tanda fetal distres.
Pecahnya selaput ketuban yang terjadi jauh sebelum aterm, merupakan keadaan yang sangat penting. Hal ini menjadi penting bukan hanya karena frekuensinya, tetapi juga karena kemungkinan bahwa penundaan persalinan dapat segera diikuti oleh maturasi paru yang bisa spontan atau ditimbulkan secara farmakologis, dan bahwa penundaan persalinan akan memberikan manfaat yang lebih besar daripada risiko timbulnya infeksi yang bisa ditimbulkan oleh penundaan persalinan tersebut. Pada sebagian laporan, penurunan yang luar biasa pada insiden gawat pernapasan pernah dilaporkan untuk bayi preterm yang dilahirkan dalam waktu lebih dari 24 jam setelah selaput ketuban pecah.

SIMPULAN
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum terjadinya persalinan. KPD merupakan masalah obstetrik, dan 30% terjadi pada kehamilan preterm.
KPD terjadi karena adanya penurunan kekuatan selaput ketuban. Infeksi, biasanya korioamnionitis, merupakan salah satu penyebab kelahiran preterm.
Kelahiran preterm secara bermakna terjadi pada wanita usia muda, berat badan rendah (body mass index <19), social ekonomi rendah, tidak kawin dan perokok.
Kebanyakan penyebab KPD idiopatik, penyebab lain infeksi, hidramnion, servik inkompeten, abruptio plasenta, dan amniosintesis.
Diagnosa persalinan preterm didasarkan pada adanya kontraksi uterus pada lehamilan preterm. Diagnosa KPD didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
Upaya untuk menghindari persalinan pada saat terjadi KPD dibagi menjadi dua bentuk yang penting: (1) nonintervensi atau penanganan menunggu, dan (2) intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Division of Maternal Fetal Medicine & Prenatal Diagnosis. Preterm Labor. Premature Rupture of The Membrane. Cites (19-11-2002). Available from: http://www.dartmouth.edu/ ~obgyn/mfm / PatientEd/preterm_PROM.html
2. Philip Steer, Caroline Flint. British Medical Journal. Clinical review. ABC of labour care. Preterm labour and premature rupture of membranes. Cites (26-12-2002). Available from: http://bmj.com/cgi/content/full/318/7190/1059? Maxto show=& HITS =10&hits=10&RESULTFORMAT =&fulltext =premature+AND +rupture +AND +membranes&searchid= 1038316153457_7035&stored_search =& FIRSTINDEX=0
3. Fernando Arias, M.D., PhD. Practical Guide to High-Risk Pregnancy and Delivery. Premature Rupture of The Membranes. 5:101-110. 2nd Edition. Mosby Year Book. 1993
4. Cunningham, Mc Donal, Gant,. Williams Obstetric. Komplikasi Kehamilan. Kelahiran Preterm. Edisi 18. 8:888-893.
5. Premature Rupture of The Membranes. The New Treament. Cites (19-11-2002). Available From: http://www.medical-library.org/journals2a/premature rupture memb.htm
6. Main Search Index. Premature Rupture of The Membranes. Cites (26-11-2002). Available From: http://www.ehendrick.org/healthy/00061770.html
7. Constance Sinclair. Handbook of Obstetrical Emergencies.Labor and Delivery. Premature Labor. 3:68. 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar