BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Syok adalah kondisi hilangnya volume
darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak
adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi
kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang
dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok
harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik
syok).(Bruner & Suddarth,2002).
B. TUJUAN
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat:
1.
Mengetahui pengertian, etiologi,
manifestasi klinis dan patofisiologi dari syok Hipovolemik
2.
Menyebutkan jenis-jenis hipovolemik
3.
Melakukan asuhan keperawatan
dengan syok hipovolemik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Syok adalah kondisi hilangnya volume
darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak
adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi
kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang
dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok
harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik
syok).(Bruner & Suddarth,2002).
Syok adalah suatu sindrom klinis
kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi
jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis
(Toni Ashadi,2006).
Syok hipovolemik diinduksi oleh
penurunan volume darah, yang terjadi secara langsung karena perdarahan hebat
atau tudak langsung karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya,
diare berat, pengeluaran urin berlebihan, atau keringat berlebihan) (sherwood,
)
Syok dapat didefinisikan sebagai
gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan
oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan
atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan
oksigen dan bisacedera.(Az Rifki, 2006).
B. Etiologi
Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok
hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya
terjadi pada:
1.
kehilangan darah atau syok
hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks,
ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2.
trauma yang berakibat fraktur
tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur
humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500
ml perdarahan.
3.
kehilangan cairan intravaskuler
lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan
ekstraseluler, misalnya pada:
a.
Gastrointestinal: peritonitis,
pankreatitis, dan gastroenteritis
b.
Renal: terapi diuretik, krisis
penyakit addison
c.
Luka bakar (kompustio) dan
anafilaksis
C. Manifestasi klinis
Gejala syok hipovolemik cukup
bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan
yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan
takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun
terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan
kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok talah terjadi,
tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari
15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah
menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1.
Kilit dingin, pucat, dan vena
kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan
berkurangnya perfusi jaringan.
2.
Takhikardi: peningkatan laju
jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting untuk hipovolemia.
Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk
hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
3.
Hipotensi: karena tekanan darah adalah
produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi
perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun
tidak dibawah 70 mmHg.
4.
Oliguria: produksi urin umumnya
akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika
jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
D. Patofisiologi
Tahap-tahap syok:
Karena sifat-sifat khas dari syok sirkulasi dapat berubah
pada berbagai derajat keseriusan, Menurut Guyton, (1997) syok dibagi dalam tida
tahap utama yaitu:
a.
Tahap nonprogresif (atau tahap
kompensasi), sehingga mekanisme kompensasi sirkulasi normal akhirnya akan
menyebabkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar.
b.
Tahap progresif, ketika syok
menjadi semakin buruk sampai timbul kematian.
c.
Tahap ireversibel, ketika syok
telah jauh berkembang sedemikian rupa sehingga semua bentuk terapi yang
diketahui tidak mampu lagi menolong penderita, meskipun pada saat itu, orang
tersebut masih hidup.
E. Pathway
F. Penatalaksanaan
a.
Pastikan jalan nafas pasien dan
nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator tambahan sesuai
kebutuhan.
b.
Perbaiki volume darah sirkulasi
dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai ketentuan untuk mengoptimalkan
preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan.
1)
Kateter tekan vena sentra
dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak sebagai petunjuk
penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi
petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai
alat untuk penggantian volume cairan darurat.
2)
Jarum atau kateter IV diameter
besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih kateter mungkin perlu
untuk penggantiaqn cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
a)
Buat jalur IV diameter besar
dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin perlu untuk
penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
b)
Ambil darah untuk spesimen; garis
darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan pencocokan silang, dan
hemtokrit.
c)
Mulai infus IV dengan cepat sampai
CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang memuaskan diatas pengukuran dasar
atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis pasien.
3)
Infus larutan Ringer Laktat
digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati komposisi elektrolit
plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan
golongan darah danm pencocockan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak
sebgai tambahan terapi komponen darah.
4)
Mulai tranfusi terapi komponen
darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah telah parah atau pasien
terus mengalami hemoragi.
5)
Kontrol hemoragi; hemoragi
menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering bila dicurigai
berlanjutnya perdarahan
6)
Pertahankan tekanan darah sistolik
pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.
c.
Pasang kateter urine tidak
menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine menunjukkan
keadekuatan perfusi ginjal.
d.
Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk
menentukan penyebab syok.
e.
Pertahankan surveilens keperawatan
terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah, denyut jantung, pernafasan,
suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit,
haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan
lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menytakan perbaikan
atau pentimpangan pasien.
f.
Tinggikan kaki sedikit untuk
memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong aliran darah vena
kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera kepala).
Hindarkan gejala yang tidak perlu.
g.
Berikan obat khusus yang telah
diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk meningkatkan kerja
kardiovaskuler.
h.
Dukung mekanisme devensif tubuh
a.
Tenangkan dan nyamankan pasien:
sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir.
b.
Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan
penggunaan analgesik atau narkotik.
c.
Pertahankan suhu tubuh.
1)
Terlalu panas menimbulkan
vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan
meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.
2)
Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin:
demam tinggi meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok.
G. Komplikasi
H. Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada
diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E.
Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon
penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,
produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci
akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1.
Airway dan breathing
prioritas
pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi
dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen lebih dari 95%.
2.
Sirkulasi - kontrol perdarahan
termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan
yang jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai
perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan
tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment)
dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
3.
disability – pemeriksaan neurologi
dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan
tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi
sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi
mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi
otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera
intra kranial.
4.
Exposure – pemeriksaan lengkap
setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan
jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari
kaki sebagai bagian dari mencari cidera. Bila
menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.
5.
Dilasi lambung – dikompresi.
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma,
khususnya pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia
jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi
saraf fagus yang berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi
sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko
respirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal.
Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut
melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi
lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi
aspirasi.
6.
Pemasangan kateter urin
Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan
adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi
urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau
tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan
keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.
I. Skunderu survey
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling
baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16
gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding
lirus dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya
(hukum poiseuille). Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar
dapat memasukkan cairan terbesar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa
adalah lengan bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak
memungkunkan pembulu darah periver, maka digunakan akses pembulu sentral
(vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar)
dengan menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena
dikaki, tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral
didalam situasi gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu
tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah
memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang
serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo-
atau hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum
intra-osseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor
penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan
tingkat ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh
darah untuk jenis dan crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai,
pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas
darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah
pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui
posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.
J. Tersieri survey
Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi
awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga
menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan
berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat
adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun
NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki
potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah
besar bila fungi ginjalnya kurang baik.
Tabel 1.
Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi
|
||||||
Cairan
|
Na+ (mEq/L)
|
K+ (mEq/L)
|
Cl- (mEq/L)
|
Ca++ (mEq/L)
|
HCO3 (mEq/L)
|
Tekanan Osmotik mOsm/L
|
Ringer Laktat
|
130
|
4
|
109
|
3
|
28*
|
273
|
Ringer Asetat
|
130
|
4
|
109
|
3
|
28:
|
273
|
NaCl 0.9%
|
154
|
-
|
154
|
-
|
-
|
308
|
* sebagai laktat
: sebagai asetat |
K. Diagnosa
1.
Gangguan pola nafas tidak
efektif b/d penurunan ekspansi paru.
2.
Perubahan perfusi jaringn b/d
penurunan suplay darah ke jaringan.
3.
Nyeri b/d trauma hebat.
4.
Gangguan keseimbangan cairan b/d
mual, muntah.
5.
Gangguan pola eliminasi urine b/d
Oliguria.
6.
Kurangnya pengetahuan b/d
kurangnya informasi mengenai pengobatan.
L. Daftar pustaka
Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik.
(online). Http:// www. Medicastore. Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses 12
Desember 2006).
Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok
hipovolemik. (online).Http://www. Kalbefarma. Com / file/cdk/15
penatalaksanaan. (diakses 12 Desember 2006).
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8,
Vol.3). EGC, Jakarta.
Doenges, E, Marilynn, Mary Frances
Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana
Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.
Price, A, Sylvia & Lorraine M.
Willson. 1995. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar