Selasa, 08 November 2011

TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP PENYAKIT

1) DEFINISI

Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). (www.medicastore.com)

Transfusi darah adalah proses pemindahan darah dari donor yang sehat kepada penderita. (www.pmi_tarakankota_go_id)

TRANSFUSI adalah proses pemindahan darah dan produk darah dari donor ke resipien (pasien). Transfusi merupakan bagian yang penting pada pelayanan kesehatan modern. Penerapan transfusi secara benar akan dapat menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kesehatan, namun demikian penularan penyakit infeksi melalui darah dan produk darah harus menjadi perhatian. (www.suara merdeka.com)

Ketika transfuse darah dari orang ke orang dicoba untuk pertama kali, tansfusi hanya berhasil baik pada beberapa keadaan. Seringkali timbul aglutinasi dan hemolisis sel darah merah secara cepat atau lambat, menimbulkan reaksi transfusi yang khas yang kadang-kadang menyebabkan kematian. Segera setelah itu, ditemukan bahwa darah dari orang yang berbeda biasanya mempunyai sifat antigen dan imunitas yang berbeda pula, sehingga antibody dalam plasma darah seseorang akan bereaksi dengan antigen pada permukaan sel darah merah orang lain. Berdasarkan alas an ini, sangat mudah terjadi ketidak cocokan antara darah donor dengan darah resipien. Bila dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, kita dapat menentukan sebelumnya apakah antibody dan antigen yang terdapat dalam darah donor dan darah resipien akan bereaksi atau tidak.

Sebelum melakukan transfusi, perlu menentukan golongan darah resipien dan golongan darah donor sehingga dapat tepat sesuai. Ini disebut penggolongan darah, dan dilakukan dengan cara berikut: mula-mula sel darah merah diencerkan dengan saline. Kemudian satu bagian dicampur dengan aglutinin anti-A sedangkan bagian yang lain dicampur dengan agglutinin anti-B. Setelah beberapa menit, campuran tadi diperiksa dibawah mikroskop. Bila sel darah merah menggumpal artinya, “teraglutinasi” kita tahu bahwa telah terjadi reaksi antibody-antigen.

Flebotomi.

Flebotomi meliputi penusukan vena dan pengambilan darah. Dilakukan dengan standart umum. Donor diletakkan dengan posisi setengan berbaring. Kulit pada fosa antekubital dibersihkan dengan preparat yodium. Dipasang tourniket, dan dilakukan tusukan vena. Pengambilan 450 ml darah dilakukan kurang dari 15 menit. Setelah jarum diambil, donor diminta mengangkat lengan keatas, dan dilakukan penekanan dengan kassa steril selama 2-3 menit atau sampai perdarahan berhenti, kemudian dibalut. Donor diminta untuk tetap berbaring sampai mereka siap untuk duduk, biasanya dalam 1-2 menit. Apabila terasa lemah atau pingsan, istirahat harus diperpanjang. Setelah beristirahat mereka diberi cairan dan makanan diruang tunggu dan diminta berdiam diri 15 menit kemudian.

Donor kemudian diminta untuk tidak melepas balutan dan menghindari mengangkat beban berat selama beberapa jam, jangan merokok slama 1 jam dan tidak minum minuman keras selama 3 jam, diminta menambah asupan cairan selama 2 hari dan dianjurkan makan makanan yang seimbang selama 2 minggu.

Label pada kantong darah dan tabung harus diperiksa dengan teliti sebelum dan sesudah pendonoran untuk mencegah terjadinya kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi resipien.

Penggolongan darah.

Sel darah merah golongan O tidak mempunyai aglutinogen dan oleh karena itu tidak bereaksi dengan serum anti-A atau anti-B. golongan darah A mempunyai aglutinogen A dan karena itu, beraglutinasi dengan aglutinin anti-A. golongan darah B mempunyai aglutinogen B dan beraglutinasi dengan serum anti-B. golongan darah AB mempunyai aglutinogen A dan B serta beraglutinasi dengan kedua jenis serum.

Golongan darah Rh.

Bersama dengan system golongan darah O-A-B, system Rh juga penting dalam transfuse darah. Perbedaan utama antara system O-A-B dan system Rh adalah sebagai berikut: pada system O-A-B, aglutinin bertanggung jawab atas timbulnya reaksi transfuse yang terjadi secara spontan, sedangkan pada system Rh, reaksi agglutinin spontan hampir tidak pernah terjadi. Malahan, orang mula-mula harus terpajan secara pasif dengan antigen Rh, biasanya melalui transfuse darah atau melalui ibu yang memiliki bayi dengan antigen, sebelum terdapat cukup agglutinin untuk menyebabkan reaksi transfuse yang bermakna.

Darah dan komponen darah.

Seseorang yang membutuhkan sejumlah besar darah dalam waktu yang segera (misalnya karena perdarahan hebat), bisa menerima darah lengkap untuk membantu memperbaiki volume cairan dan sirkulasinya. Darah lengkap juga bisa diberikan jika komponen darah yang diperlukan tidak dapat diberikan secara terpisah.

Komponen darah yang paling sering ditransfusikan adalah packed red blood cells (prc), yang bisa memperbaiki kapasitas pengangkut oksigen dalam darah.
komponen ini bisa diberikan kepada seseorang yang mengalami perdarahan atau penderita anemia berat. Yang jauh lebih mahal daripada prc adalah frozen-thawed red blood cells, yang biasanya dicadangkan untuk transfusi golongan darah yang jarang.

Beberapa orang yang membutuhkan darah mengalami alergi terhadap darah donor. Jika obat tidak dapat mencegah reaksi alergi ini, maka harus diberikan sel darah merah yang sudah dicuci.

Jumlah trombosit yang terlalu sedikit (trombositopenia) bisa menyebabkan perdarahan spontan dan hebat.Transfusi trombosit bisa memperbaiki kemampuan pembekuan darah.

Faktor pembekuan darah adalah protein plasma yang secara normal bekerja dengan trombosit untuk membantu membekunya darah. Tanpa pembekuan, perdarahan karena suatu cedera tidak akan berhenti. Faktor pembekuan darah yang pekat bisa diberikan kepada penderita kelainan perdarahan bawaan, seperti hemofilia atau penyakit von willebrand.

Plasma juga merupakan sumber dari faktor pembekuan darah. Plasma segar yang dibekukan digunakan pada kelainan perdarahan, dimana tidak diketahui faktor pembekuan mana yang hilang atau jika tidak dapat diberikan faktor pembekuan darah yang pekat. Plasma segar yang dibekukan juga digunakan pada perdarahan yang disebabkan oleh pembentukan protein faktor pembekuan yang tidak memadai, yang merupakan akibat dari kegagalan hati.

Meskipun jarang, sel darah putih ditransfusikan untuk mengobati infeksi yang mengancam nyawa penderita yang jumlah sel darah putihnya sangat berkurang atau penderita yang sel darah putihnya tidak berfungsi secara normal.
pada keadaan ini biasanya digunakan antibiotik.

Antibodi (imunoglobulin), yang merupakan komponen darah untuk melawan penyakit, juga kadang diberikan untuk membangun kekebalan pada orang-orang yang telah terpapar oleh penyakit infeksi (misalnya cacar air atau hepatitis) atau pada orang yang kadar antibodinya rendah.

Transfusi diberikan untuk:

a) meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen

b) memperbaiki volume darah tubuh

c) memperbaiki kekebalan

d) memperbaiki masalah pembekuan.

Transfusi sering tidak diperlukan karena:

a) kondisi yang tampaknya membutuhkan transfuse, sering dapat dihindari dengan pengobatan dini atau upaya pencegahan.

b) transfuse darah lengkap, sel darah merah, atau plasma sering diberikan untuk menyiapkan secara cepat seorang ibu untuk menjalani pembedahan yang direncanakan, atau untuk memulihkan kondisi tubuh agar dapa keluar dari rumah sakit lebih cepat. Terapi lain, seperti infuse cairan, kadang-kadang lebih murah, lebih aman, dan sama efektifnya.

Jenis Donor Darah.

Ada dua macam donor darah yaitu:

1) Donor keluarga atau Donor Pengganti adalah darah yang dibutuhkan pasien dicukupi oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien.

2) Donor Sukarela adalah orang yang memberikan darah, plasma atau komponen darah lainnya atas kerelaan mereka sendiri dan tidak menerima uang atau bentuk pembayaran lainnya. Motivasi utama mereka adalah membantu penerima darah yang tidak mereka kenal dan tidak untuk menerima sesuatu keuntungan.

Syarat – Syarat Calon Donor Darah:

a. Umur 17 – 60 tahun

b. Berat badan 50 kg atau lebih

c. Kadar Hemogblin 12,5 g/dl atau lebih

d. Tekanan darah 120 – 140/80 – 100 mmHg

e. Nadi 50 – 100/menit teratur

f. Tidak berpenyakit jantung, hati, paru-paru, ginjal, kencing manis, penyakit perdarahan, kejang, kanker, penyakit kulit kronis.

g. Tidak hamil, menyusui, menstruasi (bagi wanita)

h. Bagi donor tetap, penyumbangan 5 (lima) kali setahun.

i. Kulit lengan donor sehat.

j. Tidak menerima transfusi darah/komponen darah 6 bulan terakhir.

k. Tidak menderita penyakit infeksi; malaria, hepatitis, HIV/AIDS. 12. Bukan pencandu alkohol/narkoba

l. Tidak mendapat imunisasi dalam 2 – 4 bulan terakhir.

m. Beritahu Petugas bila makan aspirin dalam 3 hari terakhir.

2) ETIOLOGI

a. Leukemia

b. Limfoma

c. Penyakit lain yang menghancurkan atau mengganggu produksi darah.

d. Perdarahan pasca persalinan dengan syok

e. Kehilangan darah saat operasi

f. Anemia berat pada kehamilan lanjut (Hb < 8gr% atau timbul gagal jantung)

Catatan: untuk anemia pada kehamilan awal, obati penyebab anemia dan sediakan hematinik.

3) MANIFESTASI KLINIK

1) Pusing

2) Keletihan

3) Kelelahan

4) Malaise

5) Pucat

6) Fatigue

7) Hb menurun

4) PATOFISIOLOGI

Pada transfusi, seorang donor menyumbangkan darah lengkap dan seorang resipien menerimanya. Tetapi konsep ini menjadi luas. Tergantung kepada keadaan, resipien bisa hanya menerima sel dari darah, atau hanya menerima faktor pembekuan atau hanya menerima beberapa komponen darah lainnya.
transfusi dari komponen darah tertentu memungkinkan dilakukannya pengobatan yang khusus, mengurangi resiko terjadinya efek samping dan bisa secara efisien menggunakan komponen yang berbeda dari 1 unit darah untuk mengobati beberapa penderita. Pada keadaan tertentu, resipien bisa menerima darah lengkapnya sendiri (transfusi autolog).

Proses Transfusi Darah.

a. Pengisian Formulir Donor Darah.

b. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan golongan, tekanan darah dan hemoglobin darah.

c. Pengambilan darah

Apabila persyaratan pengambilan darah telah dipenuhi barulah dilakukan pengambilan darah.

d. Pengambilan darah

e. Pengelolaan darah.

Beberapa usaha pencegahan yang dikerjakan sebelum darah diberikan kepada penderita adalah penyaringan terhadap penyakit diantaranya:

a) Penyakit Hepatitis B

b) Penyakit HIV/AIDS

c) Penyakit Hipatitis C

d) Penyakit Kelamin (VDRL)

Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1 – 2 jam

f. Penyimpanan Darah

Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 2 – 6 derajat celcius.

Darah ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen seperti:

a) PRC

b) Thrombocyt

c) Plasma

d) Cryo precipitat

5) PENATALAKSANAAN

Memberikan darah sebaiknya berdasarkan petunjuk nasional mengenai penggunaan klinis darah, dengan mempertimbangkan kebutuhan resipien tersebut.

Sebelum memberikan darah atau produk darah harap diingat hal-hal berikut:

1) Perbaikan yang diharapkan pada kondisi klinis resipien tersebut.

2) Metode untuk meminimalkan kehilangan darah untuk mengurangi kebutuhan akan transfuse.

3) Terapi alternative yang dapat diberikan, termasuk penggantian cairan intravena atau oksigen, sebelum mengambil keputusan untuk melakukan transfuse.

4) Resiko penularan HIV,Hepatitis, sipilis atau infeksi lainnya melalui produk darah yang tersedia.

5) Keuntungan transfuse dibandingkan dengan resiko untuk resipien tertentu.

6) Pilihan terapi lain jika darah tidak tersedia pada saat itu.

7) Kebutuhan akan orang yang terlatih untuk memantau resipien tersebut dan segera bereaksi jika timbul efek samping.

6) KOMPLIKASI

a) Hemolisis akut.

Jenis reaksi transfuse yang paling berbahaya terjadi apabila darah donor tidak sesuai dengan golongan darah resipien. Antiboby dalam plasma resipien akan segera bergabung dengan antigen pada eritrosit donor, dan sel tersebut segera mengalami hemolisis (dihancurkan) baik dalam sirkulasi maupun dalam system retikuloendotelial. Hemolisis yang paling cepat terjadi pada ketidaksesuaian darah ABO (mis. Jika donor golongan A dan sipien golongan O, yang memiliki antibody anti-A dan anti-B). ketidaksesuai Rh biasanya lebih ringan. Reaksi ini dapat terjadi setelah pemberian paling tidak 10ml darah.

Proses penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah. Ini dapat terjadi karena trauma darah sekunder terhadap turbulen atau pompa pemutar.

b) Hemolisis tertunda.

Reaksi hemolisis tertunda biasanya terjadi sekitar 2-14 hari dan ditandai dengan demam, ikterik ringan, penurunan bertahan kadar hemoglobin, dan uji globulin anti-human secara langsung. Jarang terjadi hemoglubinuria, dan biasanya reaksi ini tidak berbahaya. Namun demikian harus diketahui apabila kedua tanda tersebut terjadi, maka hal ini merupakan tanda bahwa pada pemberian transfuse selanjutnya terjadi reaksi hemolosis akut. Pasien harus diingatkan kemungkinan terjadinya reaksi ini dan diminta untuk segera melapor.

c) Syok Anafilaktik.

d) Toksikosis sitrat.

Pada toksikosis sitrat, penyebabnya adalah efek ikatan pada CPD {Calcium Pyrophosphate Deposition (penyakit penimbunan kalsium piropospat)} pada kalsium, serta hiperkalemia, hipokalsemia, asidosis, hipetermia, disfungsi miokard, dan disfungsi hepar atau ginjal menghilangkan factor-faktor.

e) Penyakit infeksi.

Penyakit yang dapat menjadi komplikasi dari transfuse antara lain:

a. Penyakit Hepatitis B & C

Hepatitis merupakan resiko penting terapi transfusi, baik untuk darah maupun sebagian besar komponen darah. Darah dan produk darah yang diperoleh dari donor yang dibayar mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada yang diperoleh dari donor sukarela. Produk darah hasil pengumpulan juga memberikan resiko yang lebih tinggi. Harus dilakukan uji untuk mendeteksi virus hepatitis B, begitu pula hepatitis C.

b. Penyakit HIV/AIDS

c. Penyakit Kelamin (VDRL)

f) Alergi.

Sebagian besar transfusi adalah aman dan berhasil; tetapi reaksi ringan kadang bisa terjadi, sedangkan reaksi yang berat dan fatal jarang terjadi. Reaksi yang paling sering terjadi adalah demam dan reaksi alergi (hipersensitivitas), yang terjadi sekitar 1-2% pada setiap transfusi.

Gejalanya berupa:

- gatal-gatal

- kemerahan

- pembengkakan

- pusing

- demam

- sakit kepala.

Gejala yang jarang terjadi adalah kesulitan pernafasan, bunyi mengi dan kejang otot. Yang lebih jarang lagi adalah reaksi alergi yang cukup berat.

g) Emboli udara.

h) Gangguan keseimbangan elektrolit.

i) Kontaminasi bakteri.

j) Penyakit graft-versus-host.

Merupakan komplikasi yang jarang terjadi, yang terutama mengenai orang-orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan karena obat atau penyakit. Pada penyakit ini, jaringan resipien (host) diserang oleh sel darah putih donor (graft). Gejalanya berupa demam, kemerahan, tekanan darah rendah, kerusakan jaringan dan syok.

Catatan: ± 5% dari semua transfuse disertai salah satu efek samping. Jika timbul reaksi (efek samping), segera dihentikan dan beritahu dokternya. Jangan cabut jarumnya. Sebaiknya ganti dengan cairan yang dapat diterima seperti NaCl normal.

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1) Wawancara donor.

Untuk melindungi baik donor maupun resipien, semua donor harus diperiksa dan diwawancarai seblum mereka diperbolehkan mendonorkan darahnya. Pertanyaannya harus sopan namun yang penting harus lengkap, dan pewawancara yang telah berpengalaman akan mengetahui cara menanyakan pertanyaan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh jawaban selngkap mungkin. Donor harus dalam keadaan sehat dan harus bebas dari factor dibawah:

a) Riwayat hepatitis virus, sekarang atau terdahulu, riwayat kontak dengan pasien hepatitis atau dialysis dalam 6 bulan terakhir.

b) Riwayat memperoleh transfuse darah atau suntikan setiap fraksi darah kecuali albumin serum atau imun globulin dalam 6 bulan terakhir.

c) Riwayat sipilis atau malaria yang tidak diobati karena penyakit ini dapat ditularkan melalui transfuse meskipun sudah setahun sebelumnya. Orang yang sudah bebas gejala dan bebas terapi selama 3 tahun setelah menderita malaria diperbolehkan menjadi donor.

d) Riwayat atau terdapat bukti penyalahgunaan obat dengan cara menyuntik sendiri, karena banyak pengguna obat intravena adalah karier hepatitis dan resiko terjadi AIDS tinggi pada kelompok ini.

e) Riwayat kemungkinan pajanan virus AIDS. Uji untuk mengetahui adanya antibody terhadap virus AIDS kini telah tersedia. Populasi yang beressiko tinggi adalah mereka yang melakukan seks anal, yang melakukan kontak seks dengan banyak pasangan, pengguna obat intravena, pasangan seks merupakan orang yang beresiko tinggi AIDS, dan penderita hemofilia.

f) Infeksi kulit, karena kemungkinan mengkontaminasi jarum flebotomi.

g) Riwayat asma yang baru, urtikaria, atau alergi obat karena hipersensitifitas dapat ditransmisi secara pasif ke resipien.

h) Kehamilan dalam 6 bulan terakhir, karena kebutuhan nutrisi yang tinggi pada ibu hamil.

i) Riwayat pencabutan gigi atau pembedahan mulut dalam 72 jam karena prosedur ini berhubungan dengan bakteremia.

j) Riwayat tato yang baru, karena ada resiko hepatitis.

k) Riwayat terpajan penyakit menular dalam 3 minggu, karena ada resiko penularan ke resipien.

l) Imunisasi yang baru, karena dapat mentransmisikan organisme hidup (masa tunggu 2 minggu utnuk organisme hidup yang dilemahkan, 1 bulan untuk rubella, 1 tahun untuk rabies)

m) Adanya kanker, karena belum diyakini kemungkinan transmisinya.

n) Riwayat donor darah dalam 56 hari terakhir.

2) Kaji riwayat kesehatan, baik resipien maupun pendonor.

3) Kaji pengetahuan klien tentang transfuse darah dan tingkat kecemasan klien.

4) Ketika klien menjalani transfusi darah, kaji prioritas keperawatannya yaitu adanya infeksi, periksa tempat penusukan jarum dengan hati-hati, dengan adanya kemerahan atau manifestasi lain dari infeksi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen sel yang diperlukan untuk pengiriman oksigen atau nutrien ke sel.

2. Gangguan pertukaran gas behubungan dengan penurunan kapasitas pembawa O2 darah.

3. Infeksi behubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen (pengirim) dan kebutuhan.


No

Diagnosa keperawatan

Tujuan Dan Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

1.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen sel yang diperlukan umtuk pengiriman oksigen atau nutrien ke sel.

Menunjukkan perfusi adekuat misal, tanda vital stabil, membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, keluaran urine adekuat, mental seperti biasa.

Mandiri.

1. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

3. Awasi upaya pernapasan; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.

4. Selidiki keluhan nyeri dada, palpasi.

5. Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.

6. Orientasikan ulang pasien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktivitas pasien untuk dirujuk. Berikan Cukup waktu utnuk pasien berfikir, komunikasi, dan aktivitas.

7. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.

8. Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan termometer.

Kolaborasi.

1. Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya: Hb/Ht dan jumlah SDM, GDA.

2. Berikan SDM darah lengkap/packed. Produk darah sesuai indikasi, awasi ketat untuk komplikasi tranfusi.

3. berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

4. Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.

1. Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.

2. Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.

3. Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.

4. Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial resiko infark.

5. Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau difisiensi vitamin B12.

6. Membantu memperbaiki proses pikir dan kemampuan melakukan/mempertahankan kebutuhan AKS.

7. Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vosadilatasi (penurunan perfiusi organ).

8. Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.

1. Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/ respon terhadap terapi.

2. meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.

3. Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.

4. Transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan sumsum tulang memproduksi SDM.

2.

Gangguan pertukaran gas behubungan dengan penurunan kapasitas pembawa O2 darah.

Menunjukan perbaikan ventilasi/oksigenasi sebagai bukti adalah frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tak ada seanosis, dan penggunaan otot aksesoris, bunyi napas normal. Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan dan kelemahan. Menunjukan perbaikan tes fungsi paru yang membaik atau normal.

Mandiri.

1. Awasi frekuensi/kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesoris, area sianosis.

2. Auskulatsi bunyi napas, catat adanya/tidak adanya, dan bunyi adventisius.

3. Kaji laporan nyeri dada dan peningkatan kelemahan. Observasi tanda peningkatan demam, batuk, bunyi napas adventisius.

4. Bantu dalam mengubah posisi, batuk dan napas dalam.

5. Kaji tingkat kesadaran/fungsi nental secara teratur.

6. Kaji toleransi aktivitas; batasi aktivitas dalam toleransi atau tempatkan pada tirah baring. Bantu dalam AKS dan mobilitas sesuai kebutuhan.

7. Dorong pasien untuk memilih periode istirahat dan aktivitas. Jadwalkan periode istirahat sesuai indikasi.

8. Peragakan dan dorong penggunaan tekhnik relaksasi, misal bimbingan imajinasi dan visualisasi.

9. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat misal 2-3 liter/hari dalam toleransi jantung.

10.Batasi pengunjung atau staf.

Kolaborasi.

1. Berikan supleman oksigen lembab sesuai indikasi.

2. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu darah lengkap, kultur, GDA/nadi oksimetri, foto dada, tes fungsi paru.

3. Lakukan atau bantu fisioterapi dada, IPPB, dan spirometri insentif.

4. Berikan pak SDM atau transfusi tukar sesuai indikasi.

5. Berikan obat sesuai indikasi:

a. Antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol);

b. Antibiotik.

1. Indikator keadekuatan fungsi pernapasan atau tingakt gangguan dan kebutuhan/keefektifan terapi.

2. Terjadinya atelektasis dan stasis sekret dapat menggangu pertukaran gas.

3. menggambarkan terjadinya infeksi paru, yang meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.

4. Meningkatkan ekspansi dada optimal, memobilisasikan sekresi, dan pengisian udara semua area paru; menurunkan resiko stasis sekret/pneumonia.

5. Jaringan otak sangat sensitif pada penurunan oksigen dan dapat merupakan indikator dini terjadinya hipoksia.

6. Penurunan kebutuhan metabolik tubuh menurunkan kebutuhan oksigen/dejat hipoksia.

7. Melindungi dari kelelahan berlebihan, menurunkan kebutukan oksigen/derajt hipoksia.

8. Relaksasi menurunkan tegangan otot dan ansietas dan kebutuhan metobolik untuk oksigen.

9. Masukan yang mencukupi perlu untuk mobilasasi sekret dan mencegah hiperviskositas darah/sumbatan kapiler.

10.Melindungi dari potensial sumber infeksi pernapasan.

1. Memaksimalkan transfor oksigen kejaringan, khususnya pada adanya gangguan paru/pneumonia.

2. pasien terutama cenderung terhadap pneumonia, yang berpontesial fatal karena hipoksemik.

3. Dilakukan untuk memobilisasi sekret dan meningkatkan pengisian udara area paru.

4. Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, melarutkan persentase hemoglobin S, memperbaiki serkulasi. SDM kemasan biasanya digunakan karena kurang dapat membuat kerja belebihan dari sirkulasi. Catatan: trnsfusi sebagianpada individu resiko tinggi, misal luka kaki berat, kronis, persiapan untuk, anestesi umum, kehamilan trimester III.

Mempertahankan normo termia untuk menurunkan kebutuha oksigen metabolik tanpa mempengaruhi pH serum, yang dapat terjadi karena aspirin.

Antibiotik spektrum luas di mulai dengan segera sambil menanti hasil kultur infeksi yang dicurigai, kemudian diybah bila patogen khusus terindentifikasi.

3.

Infeksi behubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder.

Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi. Menunjukkan tekhnik pola hidup untuk meningkatkan keamanan lingkungan, meningkatkan penyembuhan.

Mandiri.

1. Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi, hindarkan mengguanakan tanaman hidup/bunga potong. Batasi buah segar dan sayuran.

2. Berika protokol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua petugas dan pengunjung.

3. Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardi, hipotensi, perubahan mental samar.

4. Cegah menggigil: tingkatkan cairan. Berikan mandi kompres.

5. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, batuk.

6. Auskultasi bunyi napas, perhatikan gemericik, ronki; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningkatan produksi sputum atau sputum kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.

7. Rawat pasien dengan lembut. Perhatikan linen kering/tidak kusut.

8. Inspeksi kulit untuk nyeri tekan area eritematosus; luka terbuka. Bersihkan kulit dengan larutan anti bakterial.

9. Inspeksi membran mukosa mulut. Berikan bersihan mulut baik. Gunakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut sering.

10. Tingkatkan kebersihan perineal. Berikan rendam duduk menggunakan betadin atau hibiclens bila diindikasikan.

11. Berikan periode istirahat tanpa gangguan.

12. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.

13. Hindari/batasi prosedur invasif (contoh, tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin.

Kolaborasi.

1. Awasi pemeriksaan laboratorium, misal:

a. Hitung darah lengkap, perhatikan apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neotrofil.

b. Kultur gram/sensitivitas.

2. Kaji ulang seri foto dada.

3. Berikan obat sesuai indikasi, contoh antibiotik.

4. Hindari antipiretik yang mengandung aspirin.

5. Berikan diet rendah bakteri, mis makanan dimasak, diproses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar